Ambia Ishak Daud: Dana Otsus Dinikmati Elit, Rakyat Aceh Masih Menderita
LIPUTANGAMPONGNEWS.ID - Ambia Ishak, putra dari Panglima Gerakan Aceh Merdeka (GAM) Tgk. Ishak Dawod, melayangkan kritik tajam terhadap pengelolaan anggaran di Aceh yang dinilai telah menyimpang dari semangat perjuangan.
Ambia menyoroti maraknya pemberitaan terkait penggunaan anggaran hingga Rp140 miliar untuk pengadaan mobil dinas, fasilitas mewah, serta perjalanan dinas pimpinan dan anggota DPRA. Menurutnya, hal itu sama sekali tidak mencerminkan kepentingan rakyat.
Ia menyebut tindakan tersebut sebagai bentuk pengkhianatan terhadap cita-cita perjuangan GAM dan semangat perdamaian Aceh.
“Dana Otonomi Khusus (Otsus) itu adalah darah dan air mata rakyat Aceh. Itu hasil perjuangan panjang serta pengorbanan luar biasa dari para syuhada dan kombatan GAM. Namun kini, dana itu justru dinikmati oleh segelintir elit politik yang hidup dalam kemewahan, sementara rakyat yang menjadi alasan utama perjuangan, masih hidup dalam kemiskinan,” ujar Ambia, Minggu, 20 April 2025.
Perdamaian antara Gerakan Aceh Merdeka dan Republik Indonesia telah berlangsung hampir 20 tahun sejak penandatanganan MoU Helsinki pada 15 Agustus 2005. Namun, di lapangan, janji-janji kesejahteraan belum sepenuhnya dirasakan oleh pihak yang paling berhak: para kombatan, anak-anak syuhada, dan masyarakat miskin Aceh.
Sejak perjanjian itu, Aceh telah menerima lebih dari Rp100 triliun dana Otsus dari pemerintah pusat. Dana tersebut seharusnya digunakan untuk membangun kembali Aceh pasca-konflik, menciptakan keadilan sosial, serta mengangkat martabat para korban konflik.
Namun hingga kini, banyak kombatan GAM masih hidup dalam ketidakpastian, anak-anak syuhada terpinggirkan, dan rakyat miskin terus menunggu perubahan yang tak kunjung datang.
"Apakah ini warisan yang ingin kita persembahkan kepada para syuhada? Puluhan miliar digunakan untuk menikmati kemewahan, sementara rakyat tetap hidup dalam penderitaan. Ini bukan hanya kesalahan dalam tata kelola, tetapi sebuah pengkhianatan terhadap semangat perjuangan dan cita-cita damai Aceh," tegas Ambia.
Ia juga menilai semangat MoU Helsinki dan butir-butir perdamaian kini kian memudar. Para pemimpin Aceh dinilai telah kehilangan arah dan lebih sibuk memperkaya diri ketimbang memperjuangkan nasib rakyat yang mereka wakili.
“Kami tidak anti terhadap pembangunan atau fasilitas negara. Tapi pembangunan yang adil adalah yang menyentuh mereka yang paling membutuhkan. Jika para pejabat hanya membangun untuk diri sendiri, maka yang mereka bangun adalah pengkhianatan terhadap rakyat dan sejarah Aceh,” tambahnya.
Ambia pun menyerukan agar penggunaan dana Otsus diaudit secara terbuka dan menyeluruh, serta dialokasikan pada program-program yang benar-benar menyentuh masyarakat, seperti:
Pembangunan rumah layak huni bagi kombatan dan keluarga syuhada,
Pemberdayaan ekonomi masyarakat miskin dan korban konflik,
Beasiswa pendidikan untuk anak-anak syuhada.
"Perdamaian sejati seharusnya menghadirkan keadilan bagi seluruh rakyat, bukan hanya segelintir elit. Kami berharap, perdamaian yang telah diperjuangkan dengan darah dan air mata ini benar-benar menjadi jalan menuju kesejahteraan bersama," pungkas Ambia. (Adi S)