07 April 2025
Daerah

Air Mata Kemerdekaan: Renungan Ibu-Ibu Dibalik Derai Tangis di Gampong Rhieng Mancang

LIPUTANGAMPONGNEWS.IDDibawah langit sore yang menyelimuti Gampong Rhieng Mancang, Meureudu, Pidie Jaya, Aceh, suasana berbeda terasa pada perayaan Hari Ulang Tahun ke-79 Republik Indonesia. Tak seperti biasanya, halaman Meunasah dipenuhi dengan isak tangis puluhan ibu-ibu yang mengenakan pakaian serba hitam dan syal Palestina. Bukan karena kesedihan, melainkan karena perlombaan yang tak lazim namun sarat makna, yaitu lomba menangis. Sabtu, 17 Agustus 2024, menjadi hari di mana tangisan menjadi simbol refleksi mendalam atas kemerdekaan yang diraih dengan perjuangan dan pengorbanan.

Setiap tetes air mata yang jatuh dari wajah-wajah para ibu tersebut menggambarkan beban emosi dan kenangan yang terpendam dalam hati mereka. Tangisan yang awalnya hanya bagian dari perlombaan, berubah menjadi suara yang menggetarkan hati siapa saja yang menyaksikannya. Para penonton yang hadir tak mampu menahan diri, terhanyut dalam suasana haru yang melingkupi tempat itu. Ada perasaan yang sulit diungkapkan, seolah-olah ibu-ibu itu berbicara melalui air mata mereka, menceritakan kisah-kisah tentang bangsa yang tak pernah terucap.

Lomba menangis ini bukan hanya sekadar hiburan dalam perayaan kemerdekaan, tetapi sebuah panggung untuk merenungi makna kemerdekaan yang sesungguhnya. Di tengah derai tangis, para ibu-ibu tersebut seakan mengingatkan kita semua tentang perjuangan para pahlawan yang telah mendahului. Mereka bukan hanya menangis untuk diri mereka sendiri, tetapi untuk seluruh negeri yang pernah berjuang melawan penjajahan. Setiap isak adalah doa, setiap tangis adalah harapan untuk masa depan yang lebih baik.

Rocky Saputra, Ketua Panitia Perlombaan 17 Agustus 2024 di Gampong Rhieng Mancang, mengatakan bahwa lomba menangis ini adalah bagian dari rangkaian acara yang diselenggarakan untuk memeriahkan HUT RI ke-79. Dari Festival Anak Saleh hingga perlombaan tradisional, semua diadakan dengan dukungan anggaran desa dan partisipasi masyarakat setempat. Namun, dari sekian banyak acara, lomba menangis ini yang paling membekas, memberikan warna tersendiri dalam perayaan kemerdekaan kali ini.

Bagi warga Rhieng Mancang, lomba ini lebih dari sekadar kompetisi. Ini adalah cara mereka menyampaikan rasa syukur sekaligus refleksi terhadap kemerdekaan yang kini dinikmati. Penonton yang hadir menjadi saksi bagaimana air mata para ibu-ibu ini menyampaikan pesan yang tak terucap, namun begitu dalam maknanya. Mereka yang menangis, menangis untuk negeri, menangis untuk anak-anak mereka, dan menangis untuk masa depan yang lebih baik.

Pada malam harinya, penutupan acara dan pembagian hadiah akan menjadi penutup dari serangkaian kegiatan yang diadakan. Namun, lebih dari sekadar hadiah, apa yang tersisa adalah perasaan mendalam yang tertanam di hati setiap orang yang terlibat. Melalui lomba menangis ini, masyarakat Rhieng Mancang telah mengingatkan kita semua bahwa kemerdekaan bukan hanya soal merayakan, tetapi juga soal merenungkan, menghargai, dan merawat perjuangan yang telah dilakukan demi masa depan yang lebih baik. (**)