Terkait Kasus Pemukulan Siswa di SMA Unggul, MPD Pidie Jaya: Didikan Orang Tua Pondasi Dasar Bagi Anak
Foto : Agussalim, Anggota MPD Pidie Jaya | LIPUTAN GAMPONG NEWS
Liputangampongnews.id – Orang tua juga jangan lepas kontrol, sehingga jika terjadi permasalahan anak didik di sekolah, semata-mata kesalahan guru. Setiap anak terlahir dalam keadaan fitrah. Orang tua-lah yang menjadikan mereka Yahudi, Nasrani atau Majusi. Hadist ini membuktikan bahwa fundamen dasar pendidikan adalah Rumah Tangga alias kedua orang tua. Pondasi dasar didikan dari orang tua yang harus kuat, walaupun lingkungan ada berbagai gerakan/ ajakan yang negatif, jika pondasinya kuat, anak-anak tidak mau mengikutinya.
Hal ini disampaikan oleh Agussalim, anggota Majelis Pendidikan Daerah (MPD) Kabupaten Pidie Jaya kepada Liputangampongnews.id, Rabu (01/09/2021) usai mengikuti pertemuan kasus pemukulan adik kelas oleh senior di SMA Unggul Pidie Jaya.
Pertama sekali MPD Pidie Jaya sangat respon terhadap kasus yang terjadi di SMA Unggul Pdie Jaya, sehingga begita tahu informasi tentang kejadian tersebut dari grup Pidie Jaya, secara pribadi langsung berkomtar atas berita tersebut “Saya sebagai anggota MPD Pidie Jaya siap ke lokasi untuk mengintesvigasi kasus itu, apa yang melatar belakangi hal tersebut terjadi,” ungkap Kanda Agus
Secara panjang lebar, Kanda Agus, sapaan akrab Agussalim yang juga mantan anggota DPRK Pidie Jaya periode perdana meceritakan, hasil Duek Meudreng yang dihadiri pihak MPD Pidie Jaya, Dinas Pendidikan Pidie Jaya, Cabdin Pendidikan Pidie-Pidie Jaya, beberapa kepala sekolah, dewan guru serta wali murid.
“Sesudah melakukan investivigasi, memang benar sebagaimana yang diberitakan media hanya masalah-masalah kecil yang menjadi latar belakang kasus ini. Salah satunya, ada adik kelas yang kurang menghormati seniornya. Padahal si polan (salah satu korban) itu wataknya sudah demikian, karakter dan perawakannya memang sudah demikian bukan hal yang disengajakan. Karena hal itu juga dijadikan sebab oleh seniornya
Kemudian dilatar belakangi perlombaan 17 agustusan disekolah antara anak kelas XII dan kelas XI. Sementara kelas XI lainnya dan kelas X yang tidak terlibat dalam persiapan hanya pasif aja. “Masak kami kelas XII saja yang capek yang lain tidak?” mengulangi ungkap yang pernah dikelurkan oleh siswa kelas XII.
Jadi atas dasar latar belakang masalah ini yang diceritakan oleh salah satu guru kepada kami (anggota rapat) adalah hal sepele saja. Tapi kami sebagai MPD memiliki pandangan bukan masalah sepelenya latar belakang masalah atas semua yang dilakukan oleh pelaku kasus ini.
Namun, yang perlu diketahui memang di sekolah-sekolah Boarding Scholl, STPDN, Maritim dan lain-lain sebagainya, setiap senior yang merasa lebih tua di sekolahnya tetap berusaha membully adik kelasnya karena ada istilah “balas demdam” terhadap apa yang dilakukan oleh seniornya terdahulu terhadap mereka. Sebenarnya bukan masalah tidak menghormati senior, tapi memang mencari cari sebab dan cara untuk bisa menghajar adik kelasnya.” papar Kanda Agus
“Saran saya dalam forum tersebut, lingkaran syaitan ini yang musti kita hentikan. Memang yang sudah menjadi korban rasa itu sangat sakit, tapi hal ini harus terus kita dampingi khususnya tugas guru bimbingan konseling serta guru agama islam terus memberikan pendidikan rohani kepada korban (khususnya) dan juga siswa lainnya,” harapnya
Seperti kata istilah “Baik balas dengan baik itu sudah pasti. Kalau tahat dibalas jahat juga demikian terjadi karena mengikuti nafsu syaitan. Sekarang sebagaima sifat Rasullallah SAW. yang menjadi panutan dan tauladan kita semua, “Kejahatan dibalas dengan Kebaikan”. Bagi siswa yang sudah menjadi korban jangan sampai membalas lagi kepada adik kelas atau generasi selanjutnya dibawah kalian nantinya.”cerutu Kanda Agus
Jika memang sudah ada keputusan, bahwa anak kelas XII (pelaku) tindak kekerasan tersebut dipulangkan dan belajar daring, sudah pasti nantinya akan sering bersama kita orang tua di rumah. Jadi saat inilah perlu diterapkan kembali apa telah terabaikan sebelumnya. Jika anak itu terhadap orang tuanya tidak bisa menghormati, apalagi terhadap guru sudah pasti lebih dari pada itu. “cetusnya
Penyelsaian ini jika memang akan dilakukan berdamai secara kekeluargaan, semua pihak baik Komite, Guru dan jajaran sekolah, yang harus dilakukan pendekatan yang sedekat-dekatnya jika perlu merendah dan memohon kepada wali murid kelas XI (korban). Redamkan emosi mereka dulu sedingin-dinginya agar bisa berpikiran jernih untuk menyelasikan kasus ini. Jangan paksakan dengan kondisi yang masih memanas.
Dalam perdamaian, selain secara hukum agama yang tinggi, juga jangan mengabaikan hukum adat istiadat yang berlaku. Dan juga adanya siraman rohani dari pemuka agama pastinya. Jangan ada lagi demdam pada mereka karena mereka itu adalah generasi masa depan menjadi harapan kita semua wajib kita selamatkan.
Keamanan Sekolah Lemah
Kelemahan yang terdapat di SMA Unggul yang paling sakral adalah sistem kemanan. Kasus pemukulan ini berlangsung lama hampir dua jam dan juga siswa yang menjadi korban bisa keluar sehingga sampai ke rumah salah satu kelaurga korban juga tidak diketahui oleh pihak sekolah.
“Seandainya ada sistem yang bagus, ada wali kamar atau pengawas asrama sudah pasti diketahui kejadian tersebut. Namun hal tersebut tidak diketahui, berarti tidak ada mereka disana saat malam hari. Ini kelalaian besar dari pihak sekolah.” akhiri Kanda Agus. (***)