04 Juni 2025
Pendidikan

Program Presisi, Sosialisasi di Pidie Jaya Hari Ini

LIPUTANGAMPONGNEWS.ID - Presisi itu secara sederhana artinya  bagaimana membuat anak-anak bahagia ke sekolahnya. Mereka belajar dengan seni. Tapi yang namanya seni jangan hanya dipahami tarian, lukisan, nyanyian saja. Seni itu luas. Apa yang dihasilkan oleh anak-anak semua produk seni. Dan di presisi ini meskipun si anak tidak menghasilkan apa-apa, itu pun tidak dianggap sebagai sebuah kegagalan. Karena belajar itu bukan hanya dilihat dari hasil, tapi juga dari proses,"ujar Karina, supervisor program kurikulum presisi di Oproom Kantor Bupati Pidie Jaya lama, Jumat (16/09/22).


Hal tersebut disampaikan dalam acara sosialisasi kurikulum presisi yang dihadiri seluruh kepala SMP se-Pidie Jaya. Sebagai narasumber, Karina tidak hanya hadir sendiri dalam kesempatan itu, tapi ada juga Wira dari Komunitas Good School dan Saiful Mahdi, dosen statistik MIPA Unsyiah. 

"Program presisi ini sudah diujicobakan di beberapa daerah di Indonesia seperti di Papua, Maumere, Ambon, Karanganyar, Magelang. Karena saya punya kedekatan dengan Aceh, maka saya juga pilih Aceh. Sementara di Aceh, baru di Banda Aceh," papar perempuan setengah baya yang berdomisili di Jakarta tersebut. 

"Di beberapa tempat yang sudah dipraktikkan presisi ini, anak-anak sekolah diberikan ruang untuk mengungkapkan gagasan atau hal yang ingin mereka ketahui, bahkan kegelisahan mereka. Di Banda Aceh kami dibantu para seniman yang tergabung dalam Komunitas Kanot Bu. Yang difasilitasi teman-teman Komunitas Kanot Bu, kami mendapat sejumlah produk antaranya mengenai escape building, gedung-gedung besar di dekat laut yang dibangun NGO untuk mengantipasi munculnya peristiwa tsunami," terang perempuan yang jalannya harus dibantu tongkat itu. 

Mengenai Escape Building Karina lebih lanjut menjelaskan bahwa pada awalnya ada seorang anak yang bertanya dalam hati karena dia bersekolah tiap hari melewati gedung tersebut. Dari sana ia mengajukan pertanyaan ke sejumlah orang dan akhirnya ia baru menyadari bahwa ternyata di Aceh pernah terjadi bencana besar yaitu tsunami. Banyak bangunan dan ribuan nyawa hilang akibat peristiwa naiknya air laut tersebut. 

"Escape building dan Budaya Minum Kopi di Aceh jadi produk yang kami bawa ke Borobudur Student Festival beberapa bulan lalu di Magelang," ungkapnya. 

Budaya minum kopi dihadirkan dalam bentuk film pendek. Sekelompok anak perempuan membuat film pendek mengenai budaya minum kopi di Aceh dan mengapa seakan-akan kaum perempuan tidak boleh minum kopi di warung kopi. 

Di luar Aceh ada yang membuat corong untuk berteriak. Kemudian testimoni bahaya merokok dengan merekam sejumlah orang yang memiliki pengalaman pahit dengan yang namanya rokok, apakah dengan dirinya sendiri atau dengan orang-orang yang dicintainya. 

"Ingat Bapak-Ibu, mereka belajar dari apa yang mereka rencanakan itu. Mengapa rokok bahaya? Zat apa saja yang ada di rokok? Pertanyaan itu menggiring mereka belajar biologi dan kimia. Kemudian bagaimana seadanya ribuan perokok tidak lagi merokok dalam setahun? Pertanyaan ini akan menggiring mereka ke pelajaran ekonomi. Bagaimana sejarahnya rokok? Mengapa negara-negara maju warganya hanya sebagian kecil saja yang merokok? Ini dia. Mereka belajar lewat apa yang mereka gelisahkan dan lain sebagainya." 

Dalam sesi tanya jawab, ada tiga pertanyaan yang dirasa menarik mendengar jawaban Karina atau Wira. Pertama mengenai anggaran. Kedua mengenai sekolah boarding dan bukan. Juga kualitas siswa dari keluarga yang tidak peduli pendidikan anaknya dan guru yang tidak inovatif dalam pembelajaran. 

"Anggaran bisa dibilang kecil. Meskipun pengelola anggaran bisa mengatakan terserah mau direncanakan berapa? Tapi apakah LPJ tidak akan merepotkan kepala sekolah nantinya? Kemudian mengenai sekolah unggul atau bukan? Presisi malah lebih bagus untuk sekolah yang selama ini tidak mendapatkan program apa pun. Kemudian mengenai guru tidak inovatif, kepala sekolah sebagai penentu baik tidaknya sebuah pembelajaran. Apakah kepala sekolah berani dan menginginkan perubahan untuk masa depan anak didiknya?" demikian simpul Karina. 

Dari Dinas Pendidikan Pidie Jaya yang diwakili Kabid GTK Zulwanis, S.Pd., menyampaikan akan membuka ruang selebar-lebarnya untuk mewujudkan pendidikan Pidie Jaya yang lebih bermartabat. Disdikbud Pidie Jaya akan merencanakan dan mengalokasikan anggaran untuk kebutuhan para siswa dan guru. 

"Kepala SMA dan SMK tidak bisa hadir karena terkendala protokoler. Harusnya kepala SMA dan SMK juga harus ada di sini," bisik Marsidi, pengawas SMA yang turut hadir sebantar lalu menuju SMAN Unggul Pidie Jaya untuk mensupervisi Kepala Perpustakaan. (EM)