Penundaan Pemilu 2024 Mengkhianati Pejuang Reformasi
Oleh: Irfandi
Mahasiswa Ilmu Politik UIN Ar-Raniry Banda Aceh
OPINI - Wacana penundaan pemilu 2024 menjadi polemik yang tidak biasa bagi martabat demokrasi di Indonesia, cuitan pro kontra mengenai wacana ini terus di lancarkan berbagai kalangan di sosial media , mengenai alasan kuat untuk memunculkan wacana ini tampaknya sangat rancu yang dimana untuk menjaga kualitas peningkatan ekonomi dan stabilitas politik yang memang tak bisa ditolelir dengan pikiran yang jernih baik itu untuk perencanaan Ibu kota negara baru sebagai akal akalan presiden jokowi sebagai dalih penyelesaian pembangunan serta borongan investasi yang akan terus bergulir ke indonesia .
Sementara wacana ini didukung oleh 3 partai politik yakni PKB , PDIP Dan GOLKAR penulis berpendapat bahwasanya wacana ini dimunculkan atas ketidaksiapan koalisi pengusung presiden jokowi pada pilpres lalu dalam mempersiapkan sosok kader yang mampu untuk melanjutkan kepentingan dari koalisi tersebut , bahkan penulis beropini wacana ini merupakan penguluran waktu dari dilema partai PDIP yang memiliki dua figure yang dapat dicalonkan, diantaranya Puan Maharani yang mungkin secara partai lebih direstui dibandingkan Ganjar Pranowo yang jauh memiliki elektabilitas lebih tinggi di masyarakat.
Selain itu, itu jelas bahwasanya wacana penundaan pemilu 2024 ini sama sekali tidak mewakili suara rakyat Indonesia , secara realitas saja jika kita berkaca pada rentetan kebijakan presiden jokowi yang tidak berpihak kepada rakyat 2 periode sudah terlalu lama, minyak goreng serta BBM mengalami kenaikan harga , justru lebih membuat rakyat menjerit akan perekonomiannya , artinya dengan minim legitimasi jangan terlalu percaya diri untuk memperpanjang masa jabatan dan melangkahi konstitusi.
Sebaiknya dengan alasan apapun wacana ini tidak usah di lanjutkan lagi karena hal ini sekiranya dapat menciderai konstitusi negara Indonesia yang tersirat dalam UUD 1945 Pada pasal 7 dan pasal 22 E yang berbunyi, ”Pemilihan umum dilaksanakan secara langsung, umum, bebas, rahasia, jujur, dan adil setiap lima tahun sekali."
Bila wacana ini terus bergulir maka sama saja kita mengkhianati para pejuang reformasi kita terdahulu yang telah mendedikasikan bahkan lebih dari separuh jiwanya untuk mewujudkan demokrasi yang berkeadilan di negara yang kita cintai ini.