Pemkab Nagan Raya Bantah Pemberitaan Terkait Pernyataan Dugaan Ilegal Logging Gunakan Beco
Liputangampongnews.id - Terkait penyataan dugaan ilegal logging menggunakan alat berat jenis Excavator di kawasan lahan milik masyarakat Desa Kila Kecamatan Seunagan Timur Kabupaten Nagan Raya dalam pemberitaan dimuat salah satu media online tidak benar.
Dalam pemberitaan tersebut dinyatakan, alat berat jenis Excavator (Beco) yang digunakan dalam dugaan kegiatan ilegal logging (perambahan hutan) milik Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Nagan Raya disinyalir dari sumber terkesan tidak bertanggung jawab.
Pemkab Nagan Raya dalam hal ini diwakili Kepala Dinas Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (Kadis PUPR) Tamarlan menjawab terkait penggunaan alat berat jenis Excavator milik Pemkab Nagan Raya dibawah tanggung jawab instansinya dikeluarkan sesuai prosudur kepentingan masyarakat Desa.
"Excavator tersebut dikeluarkan berdasarkan surat permohonan dari Pemerintah Desa (Pemdes) Kila yang ditanda tangani oleh Keuchik kepada Bupati Nagan Raya dengan kepentingan lahan masyarakat dilahan Area Pengguna Lain (APL) milik masyarakat untuk kepentingan Pertanian/Perkebunan rakyat untuk pemberdayaan ekonomi masyarakat," ujar Tamarlan.
Excavator tersebut, lanjutnya wajar dan sesuai prosudur digunakan atas dasar kepentingan masyarakat guna membuka badan jalan akses lahan garapan masyarakat untuk peningkatan pemberdayaan ekonomi masyarakat.
"Kami pihak Pemkab Nagan Raya meminta rekan-rekan media, terutama yang menayangkan pemberitaan terkait dugaan ilegal logging serta melibatkan alat berat milik Pemkab Nagan Raya tersebut seharusnya cross check lapangan terlebih dahulu secara detil dan akurat," pintanya.
Ketua Tuha Peut Desa Kila Teuku Zulhewel menyampaikan kekecewaannya atas indikasi klaim sepihak pihak oknum awak media yang menuding lahan masyarakat Desa Kila berstatus APL dituding Hutan Lindung (HL) tanpa konfirmasi kepada pihak Pemerintah Desa dan pihak Kehutanan.
"Lahan tersebut jelas berada diareal APL dan sudah dilakukan pemetaan oleh pihak Kehutanan dalam hal ini KPH wilayah IV dan telah dibuat dalam bentuk peta sesuai Standar. Kami masyarakat Desa Kila sangat keberatan terhadap pemberitaan tersebut karena terkesan pencemaran nama baik Desa kami," jelas Ketua Tuha Peut Kila.
Menurutnya, disebutkan dalam pemberitaan salah satu media online tersebut sebagai hutan terlarang dasarnya apa? Apakah sudah turun ke lokasi lahan tersebut? Apakah sumber dalam pemberitaan tersebut dapat bertanggung jawab dengan pernyataan tersebut?
"Lahan yang digarap untuk program pemberdayaan ekonomi masyarakat tersebut menurut pihak Kehutanan berstatus APL, bagaimana disebutkan hutan larangan? Tolong jelaskan status hutan APL juga disebut hutan larangan?" tanya Teuku Zulhewel.
Salah seorang Polisi Hutan (Polhut) yang ikut ke lapangan saat diambil titik koordinat saat pemetaan lahan tersebut bernama Ibrahim mengatakan bahwa status lahan tersebut bukan HL, tetapi berstatus APL.
"Jika status lahan tersebut berada dalam HL, tidak mungkin dalam peta kami buat APL, karena itu sangat melanggar hukum yang berlaku di Nagara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI), dan kami yang pertama melarangnya selaku petugas diamanatkan Regulasi," ucap Ibrahim.
Kata Ibrahim, bagai mana yang dimaksud ilegal logging? Jika kayu yang berada pada areal hutan APL dan itu bukan kayu kelas dengan standar kubikasi diluar ketentuannya maka itu tidak termasuk ilegal longging.
"Pembukaan badan jalan serta pembersihan lahan tidak mungkin kalau kayu tidak ditebang. Oleh karena itu sebaiknya dikonfirmasi terlebih dahulu agar tidak salah tafsir terkait ilegal logging," harapnya. (Alfian)