Menata Ulang Paradigma Pendidikan yang Ramah Anak
Oleh: Marzuki - Pengamat Pendidikan dan Sosial
OPINI - Dalam sebulan terakhir, masyarakat dikejutkan oleh serangkaian kasus kekerasan yang terjadi di berbagai lembaga pendidikan, termasuk pesantren dan kasus perundungan yang terjadi di Kabupaten Pidie Jaya. Fenomena ini sangat memprihatinkan, mengingat lembaga pendidikan seharusnya menjadi ruang yang aman, nyaman, dan mendukung tumbuh kembang peserta didik.
Sayangnya, hingga saat ini paradigma lembaga pendidikan belum sepenuhnya mengadopsi nilai-nilai kesejahteraan peserta didik. Fokus utama lembaga pendidikan masih terlalu terpaku pada pencapaian prestasi akademik, sementara aspek psikologis dan emosional kerap terabaikan. Padahal, keduanya merupakan bagian penting dari proses pembentukan karakter dan kepribadian siswa.
“Pendidikan kita harus lebih dari sekadar mengejar nilai akademik. Perhatian terhadap kondisi psikologis peserta didik menjadi hal mendesak yang tidak bisa diabaikan. Ini harus menjadi tanggung jawab bersama antara lembaga pendidikan, keluarga, masyarakat, dan pemerintah."
Ada setidaknya tiga faktor yang berkontribusi terhadap terjadinya kekerasan terhadap anak: faktor internal peserta didik, faktor pendidikan (kurikulum, metode pengajaran, dan lingkungan sekolah), serta faktor eksternal berupa pengaruh sosial dan budaya masyarakat. Oleh karena itu, diperlukan upaya kolaboratif dari seluruh elemen, termasuk negara, untuk membangun iklim pendidikan yang aman, sehat, dan suportif.
Salah satu solusi yang ditawarkan adalah pentingnya deteksi dini terhadap potensi kekerasan dan penanganan yang tepat terhadap korban. Dalam konteks ini, saya mengapresiasi tanggapan dan perhatian yang diberikan oleh mantan Wakil Bupati Pidie Jaya, Said Mulyadi, yang turut menyuarakan keprihatinan dan komitmen terhadap perbaikan sistem perlindungan peserta didik.
Sebagaimana diamanatkan dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, khususnya Pasal 3, tujuan pendidikan nasional adalah untuk mengembangkan potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, serta menjadi warga negara yang demokratis dan bertanggung jawab.
Pencapaian tujuan tersebut hanya mungkin terwujud jika lembaga pendidikan menerapkan pendekatan holistik, termasuk dalam aspek pembentukan karakter melalui pembelajaran sosial dan emosional. Peserta didik tidak hanya dituntut untuk unggul dalam prestasi, tetapi juga harus merasakan kesejahteraan selama berada di lingkungan sekolah maupun di tengah masyarakat.
Sekolah seharusnya menjadi safe house, tempat perlindungan dan pengembangan diri yang sehat bagi peserta didik. Pendidikan memiliki peran strategis dalam bidang sosial karena ia membentuk individu menjadi anggota masyarakat yang aktif, partisipatif, dan bertanggung jawab. Maka, membenahi paradigma lembaga pendidikan bukan hanya sebuah kebutuhan, melainkan sebuah keniscayaan.