Melintasi Ego dengan Mobil Dinas LC, Menggilas Rasa Malu di Tengah Kemiskinan dan Jalan Rusak!
Foto : Ilustrasi Land Cruiser (LC) Dok.google images | LIPUTAN GAMPONG NEWS
LIPUTANGAMPONGNEWS.ID - Di negeri ini, jalan berlubang lebih banyak daripada janji yang ditepati. Tapi anehnya, mobil dinas pejabat justru makin mewah. Kepala daerah melaju di atas Land Cruiser (LC) sambil menikmati AC dingin, sementara di luar jendela, rakyat bergelut dengan lumpur. Apakah ini cerminan "pelayanan"? Atau sekadar parade ego yang menggilas rasa malu?
Dalihnya klise, “untuk kebutuhan tugas dan geografis.” Tapi kenyataannya, mobil mewah itu lebih sering berpose di depan kantor daripada menembus jalan desa. Kalau alasan medan berat, kenapa jalan di wilayah mereka dibiarkan seperti kolam ikan? Bukankah lebih baik memperbaiki infrastruktur daripada sekadar memanjakan kursi mobil mereka?
Permendagri 7 memang mengatur kapasitas mesin mobil dinas, tapi tak membatasi harga. Celah ini jadi tiket VIP untuk pemborosan anggaran. Para pejabat bebas memilih mobil mahal atas nama "fasilitas negara." Ironisnya, mereka lupa kalau rakyatlah yang membayar kemewahan itu lewat pajak. Sebuah "hadiah" yang justru menyakitkan.
Ada yang bilang mobil dinas itu "alat kerja." Tapi mari jujur, apakah alat kerja harus semewah itu? Kalau tujuan mobil dinas adalah mendukung pelayanan, kenapa banyak rakyat yang justru merasa dilayani oleh jalan berlubang? Realitanya, mobil mewah itu lebih jadi simbol status daripada alat untuk mendekatkan diri ke rakyat.
Lalu bagaimana nasib rakyat? Anak-anak di pelosok tetap berjalan kaki ke sekolah dengan sepatu di tangan. Ibu-ibu desa tetap memikul hasil panen melewati jalanan becek. Sementara itu, kepala daerah sibuk menekan tombol pijat di jok mobil mereka. Yang berjalan mulus hanya roda mobil, bukan nasib rakyat.
Ada juga kepala daerah yang bijak, memilih mobil sederhana seperti Toyota Innova. Mereka paham bahwa kendaraan adalah alat, bukan panggung gengsi. Tapi pejabat seperti ini langka. Mayoritas lebih suka mobil seharga miliaran, meski daerah mereka masuk kategori termiskin. Barangkali mereka lupa, rakyat tak butuh pejabat dengan mobil keren, tapi pemimpin dengan hati.
Lucunya, mobil-mobil mahal itu seringkali tak sesuai kebutuhan. Land Cruiser yang katanya untuk medan berat malah lebih sering berseliweran di jalan kota. Jalan pedesaan tetap jadi mimpi buruk. Jadi, ini soal kebutuhan atau sekadar alasan supaya bisa pamer di acara seremoni?
Rakyat tentu tak tinggal diam. Mereka makin kritis, tahu mana pemimpin yang sungguh melayani dan mana yang sibuk menumpuk gengsi. Anggaran daerah seharusnya diprioritaskan untuk membangun jalan, sekolah, atau layanan kesehatan, bukan untuk garasi pejabat. Jika aturan pengadaan mobil dinas tak diperketat, pemborosan seperti ini akan terus terjadi.
Pada akhirnya, semua kembali ke nurani. Kepala daerah yang bijak tahu, kepercayaan publik adalah investasi terbaik. Sementara mereka yang sibuk pamer kendaraan mewah akan terjebak dalam lingkaran ilusi. Saat rakyat tak lagi percaya, mobil semewah apa pun tak akan mampu menutupi lubang besar dalam moralitas mereka. (Teuku Saifullah)