Lapangan Bola Kaki Meureudu, Aset Publik yang Terlupakan?
Oleh: Fauzi M. Daud - Mantan Pj. Ketua Umum Ikatan Pelajar Mahasiswa Meureudu (IPEMADU)
OPINI - Lapangan Bola kaki Kota Meureudu adalah wajah publik Pidie Jaya. Ia bukan sekadar hamparan tanah terbuka di jantung kota, tapi menjadi tempat masyarakat berkumpul, bersantai, bermain bola hingga menyelenggarakan event-event penting daerah. Namun ironisnya, hingga hari ini, status kepemilikan lapangan yang menjadi primadona warga Meureudu ini belum juga jelas. Akibatnya, Pemerintah Kabupaten Pidie Jaya tak bisa berbuat banyak untuk melakukan penataan atau pemugaran secara maksimal.
Ketidakjelasan status ini menjadi duri dalam daging, menghambat langkah Pemkab dalam menjadikan kawasan tersebut sebagai ikon Ibu kota. Dalam benak warga, Lapangan Bola kaki Meureudu adalah "Blang Padang"-nya Pidie Jaya tempat ekspresi publik, ruang temu lintas generasi, dan simbol kemajuan daerah. Tapi selama status hukumnya masih "mengambang", semua cita-cita itu akan tetap menjadi angan.
Kejelasan Status, Kunci Kemajuan
Perlu digarisbawahi, bahwa polemik status lapangan ini sudah berlangsung cukup lama. Beberapa tahun lalu, ada pernyataan bahwa Yayasan Pembangunan Kewedanaan Meureudu (YPKM) pernah menyerahkan pengelolaan lapangan kepada Pemkab. Namun di sisi lain, masih ada dokumen lama yang menyebut yayasan itu memiliki hak berupa surat jual beli tahun 1961.
Jika betul sudah diserahkan ke Pemkab, maka seharusnya langkah percepatan administratif seperti pencatatan aset daerah, terbitnya SK pengelolaan, hingga proses balik nama sertifikat bisa segera dituntaskan. Namun bila masih ada keraguan, maka langkah hukum dan mediasi terbuka antara pihak-pihak terkait harus segera diambil.
Menunda berarti membiarkan pembangunan mandek. Membiarkan kebingungan legal ini berlarut-larut berarti mengorbankan hak masyarakat atas ruang publik yang layak.
Dimulai dari Titik Nol, Lapangan Kota
Dalam visi besar “Pidie Jaya Meusyuhu” yakni Pidie Jaya yang cerlang, tertata, dan nyaman tidak ada langkah yang lebih simbolik dan strategis dari pada memulai perubahan dari titik pusat kota lapangan utama. Ruang ini bukan hanya representasi fisik dari kota, tapi juga menjadi titik tolak pembentukan citra daerah.
Penataan lapangan kota bisa menjadi tolak ukur lahirnya ruang-ruang publik baru, kawasan pedestrian, pasar kreatif UMKM, dan festival budaya yang mendorong pertumbuhan ekonomi lokal. Ini bukan sekadar proyek infrastruktur, tapi pembentukan ruh kota itu sendiri.
Seruan untuk Semua Pihak
Kita semua pemerintah, lembaga sosial, masyarakat sipil, dan tokoh masyarakat punya tanggung jawab untuk menuntaskan persoalan ini. Kejelasan status lahan bukan urusan hukum belaka, tapi menyangkut hak publik atas ruang hidup yang berkualitas. Seruan bersama untuk:
1. Pemkab Pidie Jaya agar segera menuntaskan status aset ini, baik dengan pendekatan legal maupun komunikasi kelembagaan dengan pihak yayasan.
2. YPKM agar membuka diri dan transparan dalam menuntaskan status tanah, demi kepentingan bersama.
3. Masyarakat agar terus mengawal isu ini dan menjadikan suara publik sebagai dorongan kuat bagi perubahan.
4. Mahasiswa Meureudu dan Meurah dua yang tergabung dalam Paguyuban IPEMADU dan FOSMADA yang berada di banda Aceh mengawasi tentang dan mempertanyakan Status Lapangan Bola kaki tersebut.
Meusyuhu Dimulai dari Kejelasan
Pidie Jaya yang ingin tampil sebagai kabupaten yang maju, bersih, dan tertata, harus berani menyelesaikan urusan mendasarnya legalitas dan tata ruang. Lapangan Kota Meureudu bukan sekadar lapangan ia adalah pusat denyut hidup masyarakat.
Sudah saatnya ketidakjelasan itu diakhiri. Karena perubahan tidak dimulai dari janji, tapi dari keberanian menata ulang, dari titik nol kota kita sendiri.