Korban Aksi Terorisme Apresiasi Bantuan Pemerintah Pada Masa Pemulihan
LIPUTANGAMPONGNEWS.ID Jakarta - Untuk bisa bangkit dari situasi keterpurukan akibat musibah besar yang dialami seseorang, bukanlah hal mudah. Febby Firmansyah, salah satu penyintas aksi teror bom JW Marriott di Jakarta pada 2003 silam memberikan apresiasinya kepada Pemerintah yang telah membantu dirinya untuk menjalani hidup kembali dan berhasil mendobrak terjalnya halang rintang dalam perjalanan kebangkitan lewat pintu memaafkan.
"Saya menyampaikan apresiasi atas kehadiran negara bagi penyintas dan korban terorisme. Terima kasih kepada BNPT dan LPSK yang telah membantu segala kebutuhan korban, seperti kompensasi, pengobatan, dan pemulihan psikososial," ungkap Febby saat menghadiri Hari Internasional untuk Peringatan dan Penghormatan Bagi Korban Terorisme, di Jakarta, Senin (21/8).
Febby merupakan salah satu dari ratusan korban yang ikut terdampak letusan maut di JW Marriot pada 5 Agustus 20 tahun silam. Saat itu, Febby yang hendak makan siang di Resto Sailendra bersama sejumlah rekannya malah menjadi korban serangan teroris pada jam makan siang.
Beruntung nyawa Febby tak melayang. Walau demikian, dia menderita luka bakar stadium 2 dengan tingkat luka hingga 42% dan menghabiskan waktu 4 bulan di rumah sakit serta 2,5 tahun rawat jalan.
"Saya didiagnosis luka bakar sebesar 42% dengan tingkatan stadium 2 yang mengenai kulit ari, syaraf otot pada punggung, kedua lengan, telapak tangan, lutut kiri dan kanan, paha dan wajah saya," katanya.
Peristiwa kelam yang memakan 12 korban jiwa tersebut hingga kini masih terngiang dalam ingatan Febby. Momen-momen awal pasca tragedi menjadi masa-masa tersulit yang dialami Febby. Bahkan, dia sempat nyaris depresi.
"Ini adalah masa tersulit dalam hidup saya. Saya menjadi pusat perhatian yang membuat saya tertekan dan hampir sempat mengalami depresi," katanya.
Tapi, lewat perjuangan keras dan dukungan dari orang terdekat serta pemerintah, akhirnya Febby bisa bangkit dan kembali melanjutkan hidupnya. Dia ikhlas atas takdir yang menimpanya dan membuka pintu maaf bagi pelaku.
"Saya bersyukur atas dukungan dan semangat dari istri, ayah, ibu, kakak dan adik serta kawan-kawan saya. Hal inilah yang membuat saya bangkit dan ikhlas menerima apa yang terjadi pada diri saya serta mau memaafkan para pelaku."
Semangat untuk melanjutkan terus hidup ini ia wujudkan dalam beberapa kegiatan sosial yang Febby ikuti terutama dengan Yayasan Keluarga Penyintas (YKP) dan juga Forum Komunikasi Aktivis Akhlakulkarimah Indonesia (FKAAI) yang juga melibatkan para mantan napi terorisme.
Dengan pengalaman pahitnya, Febby berharap agar Indonesia bisa lebih waspada lagi menghadapi gerakan terorisme yang masih ada. Dia juga mengajak agar semua pihak saling kerja sama, baik antar seluruh aparat instansi terkait, mantan napiter, dan juga penyintas dan korban utamanya untuk terus menggali informasi tentang segala bentuk terorisme agar dapat dilakukan pencegahan sehingga meminimalisir segala bentuk aksi terorisme.
"Tentunya kita semua berharap agar kejadian terorisme tidak terjadi lagi di kemudian hari. Untuk teman penyintas di manapun berada, jangan berkecil hati, tetap semangat dalam melanjutkan kehidupan kita dengan sepenuh hati," kata dia.
Sementara itu, Sekretaris Utama (Sestama) Badan Nasional Penanggulangan Terorisme Republik Indonesia (BNPT RI) Bangbang Surono, Ak., M.M., CA., sangat mengapresiasi sikap para penyintas yang telah rela membukakan pintu maaf bagi para eks napiter dan kembali bersemangat dalam menjalankan hidup.
Sikap membuka diri terhadap rekonsiliasi ini, terutama setelah mengalami peristiwa yang sangat memilukan, telah menunjukkan bahwa cinta dan kasih sayang dapat mengatasi kebencian. Sikap para penyintas ini, sebut Sestama, menjadi penerang jalan bagi semua.
"Kepada para korban dan penyintas, hari ini saya sampaikan bahwa keberanian yang telah Anda lakukan dapat menjadi bahan bakar bagi kami untuk terus dapat mendukung dan memperhatikan kehidupan Anda ke depan," kata dia. (Roni)