Keuchik Terpaksa Berutang, Dana Desa Belum Cair: Potret Krisis di Pedalaman Bireuen
LIPUTANGAMPONGNEWS.ID - Menjelang Idul Fitri 1446 H, suasana di Gampong Uteun Rungkom, Kecamatan Peulimbang, tak secerah tahun-tahun sebelumnya. Di tengah harapan menyambut hari kemenangan, perangkat desa justru dihadapkan pada kenyataan pahit. Dana Desa (DD) tahun 2025 belum juga cair. Akibatnya, Keuchik M. Nasir MA bersama perangkat desa terpaksa mengambil langkah tak biasa, berutang demi memastikan hak warga tetap terpenuhi.
“Kami tak ingin warga kecewa. Menjelang lebaran, kebutuhan mereka meningkat, sementara bantuan yang biasa kami salurkan masih terhambat. Satu-satunya jalan adalah meminjam uang dari rekan-rekan yang mampu,” ungkap M. Nasir MA dengan nada getir, Kamis (27/3/2025).
Keadaan ini memperlihatkan wajah nyata kesulitan masyarakat pedalaman Bireuen. Menurut Nasir, perekonomian di wilayah tersebut semakin morat-marit, diperparah dengan ketidakpastian pencairan DD. Sejak menjabat empat tahun lalu, baru kali ini ia merasakan keterlambatan yang begitu berdampak besar. Padahal, biasanya dana tersebut cair tepat waktu dan digunakan untuk membayar jerih payah perangkat desa serta menyalurkan bantuan sosial bagi warga yang membutuhkan.
Lebih dari 80 persen warga Gampong Uteun Rungkom berada di bawah garis kemiskinan. Di tengah keterbatasan, keuchik dan perangkat desa justru harus mencari solusi sendiri, sementara Pemkab Bireuen terkesan diam. “Seharusnya ada solusi dari pemerintah. Kami di desa sudah berusaha semampu kami, tapi tanpa dukungan kebijakan yang jelas, bagaimana kami bisa terus bertahan?” lanjut Nasir.
Meski dalam kondisi sulit, bantuan tetap disalurkan berkat sumbangan warga dan perantau. Anak yatim menerima santunan sebesar Rp. 1.730.000 per orang, lansia mendapatkan Rp. 130.000, sementara santri berprestasi memperoleh beasiswa Rp. 500.000. BLT untuk 33 warga tetap diberikan, meskipun beberapa terpaksa mendapatkan pinjaman sementara sebesar Rp. 300.000. Semua warga tetap menerima paket sembako, asalkan memiliki KK atau surat domisili di gampong.
Ironi pun terlihat jelas. Di saat desa harus berutang untuk bertahan, pemerintah daerah seakan abai terhadap kondisi ini. Apakah keterlambatan pencairan DD hanya persoalan administratif, atau ada faktor lain yang lebih kompleks? Yang jelas, keterlambatan ini tak hanya merugikan perangkat desa, tetapi juga mengancam kesejahteraan masyarakat kecil. Jika tak segera diatasi, bukan tidak mungkin kepercayaan terhadap pemerintah akan semakin runtuh. (Adi S)