21 November 2024
Opini

Kakek & Nenek Bersama Kursi Roda Mereka

Oleh : Jacob Ereste

:OPINI - Nenek itu tampak penuh semangat dan wajah yang ikhlas mendorong kursi roda yang telah tampak tua dan usang, seakan menyelaraskan dengan kakek tua yang duduk tersuruk di atasnya. Mereka ikut berjejal di bangsal rumah sakit, seperti membawa kabar tentang kematian yang akan segera tiba.

Begitulah suasana  pemandangan umum yang biasa terjadi setiap hari di Rumah Sakit yang terbilang besar di kota ini. Pengunjungnya pun datang dari berbagai penjuru kota dan daerah. Maklum saja, Rumah Sakit ini tak cuma terbilang terlengkap untuk meredam segala penyakit, mulai dari penyakit yang paling gawat sampai penyakit yang paling ringan, seperti sulit kentut hingga perut terasa kembung. 

Di loket antrean penebusan obat, mereka yang baru mendapatkannya atas resep dokter itu seperti baru saja mendapat lotere yang menguntungkan. Bak  durian runtuh. Sebab bukan cuma karena panjangnya antrean penebus obat itu yang mengular seperti ramainya kendaraan mudik lebaran, tapi beragam pasien yang didera penyakit pun sungguh beragam. Mulai dari penderita leher yang membengkak segede buah melon, hingga yang kurus kering seperti tawanan pekerja rodi pada masa penjajahan dahulu. Dan jumlah kursi roda yang menyesaki semua lantai rumah sakit ini, seperti sedang melakukan acara pawai besar yang sangat menakjubkan sekaligus mengharukan.

Meski begitu, pasangan kakek dan nenek yang tampak tetap energik dan enjoy-enjoy saja, seakan sedang menikmati suasana rumah sakit yang riuh ini seperti tamasya yang entah apa namanya. Pendek kata mereka rileks sekali berada pada barisan antrean bagian belakang. Sungguh tak tampak sedikitpun ada yang mereka keluhkan. Kendati tubuh mereka pun sungguh sangat meyakinkan telah cukup renta.

Sekedar iseng menduga, usia mereka pasti sudah merayap di atas angka 90-an. Sungguh fantastis dan mengagumkan. Ada sepasang anak manusia yang sukses membangun dan menjaga kesetiaan sampai dipenghujung usia. Namun yang amat sangat membingungkan kemudian, mereka tampak bergantian menaiki kursi roda itu. Dan kini giliran sang nenek yang duduk di kursi roda. Sementara sang kakek mendorong kursi roda itu sambil meninggalkan tempat antrean penebusan obat. Padahal pasti dan jelas, obat yang tengah ditunggu oleh banyak orang itu, belum juga mereka dapatkan. Tapi kedua kakek dan nenek itu sepakat untuk pulang, tanpa hirau pada obat yang menjanjikan kesembuhan bagi semua orang. Maka itu mereka menunggu antrean itu dengan wajah yang letih dan tampak sangat lelah.

Dari kejauhan, terlihat kakek itu mendorong kursi roda yang dinaiki sang nenek dengan penuh suka cita. Aku cuma bisa menduga, mungkin mereka tengah bernostalgia. Siapa tahu, cinta mereka dahulu bermula dari rumah sakit juga. Sehingga rumah sakit tidak perlu dianggap semacam pos peringatan bahwa kematian itu sudah semakin mendekat.

Yang pasti, rumah sakit itu adalah tempat berkumpul banyak orang yang sakit. Termasuk mereka yang hendak melahirkan. Maka itu, ada benarnya juga bila seorang  kawan penyair mengatakan rumah sakit itu adalah   tempat awal dan akhir dari kehidupan yang penuh misteri pula. Persis seperti siluet sekilas tentang kakek dan nenek itu tadi.