18 April 2024
Opini

Jaring Asmara Berkedok Pokir Diduga Sarat Masalah

Foto : Doc. Google Image | LIPUTAN GAMPONG NEWS

Oleh : Teuku Saifullah
Warga Pidie Jaya-Aceh

OPINI - Penjaringan aspirasi masyarakat (Jaring Asmara) anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) baik ditingkat Provinsi maupun Kabupaten/Kota di Aceh diduga sarat masalah. Sejumlah bantuan yang diberikan kepada kelompok masyarakat penerima bantuan dari aspirasi anggota dewan terhormat diterima tidak sesuai dengan ketentuan yang telah disepakati. Sebagaimana telah diberitakan di beberapa media yang ada di Aceh dalam sepekan ini.

Salah satu program yang diduga bermasalah adalah Penerima manfaat disinyalir hanya menerima sedikit imbalan uang saku dari para agen dan mafia pokir. Sedangkan diberita acara mereka adalah sebagai penerima manfaat seutuhnya dari bantuan tersebut sesuai dengan total nilai bantuan yang dijanjikan.

Banyak kasus pokir mencuat kepermukaan setelah bantuan didistribusikan ke kelompok kemudian ditarik kembali oleh para agen pokir lalu dijual kembali ke pasar hewan dan tidak sedikit pula yang melakukan serah terima (hand over) dilakukan dikandang ternak milik orang lain dengan dijanjikan sedikir uang, begitu juga dengan penerima manfaat yang hanya mendapatkan ratusan ribu rupiah.

Baru-baru ini juga muncul kasus baru perselingkuhan "Jaring Asmara" atau penjaringan aspirasi salah seorang anggota DPR Aceh Dapil Pidie dan Pidie Jaya di Dinas Peternakan Aceh.

Kasus ini terbongkar akibat terjadi kekisruhan di internal kelompok masyarakat, mereka protes karena jatah sapi yang dijanjikan tidak diberikan kepada ketua kelompok dan anggota.

Pengakuan mengejutkan datang dari seorang Ketua Kelompok Ternak "Gelora Tani" di Gampong Reuleut, Kecamatan Ulim, Kabupaten Pidie Jaya, Aceh. Dia  angkat bicara terkait bantuan sapi yang diterime oleh kelompoknya.

"Saya ketua kelompok yang terdaftar di notaris", tapi saya tidak mendapatkan seperserpun dari bantuan itu," kata Musafir Ketua Kelompok Gelora Tani.

Untuk diketahui, Kelompok Gelora Tani merupakan salah satu kelompok masyarakat penerima bantuan sebelas (11) ekor sapi bantuan Pemerintah Aceh yang disalurkan melalui Dinas Peternakan (Distanak) Provinsi Aceh tahun 2021.

Sebelumnya kami sama-sama ke Notaris untuk mendaftarkan kelompok gelora tani, namun pada saat bantuan sebelas (11) ekor sapi diserahkan saya sebagai Ketua Kelompok terpinggirkan, kata dia.

Selain itu, di aceh jaya juga adacbantuan pokir anggota DPRA yang dialokasikan Distanak Aceh kerbau berubah menjadi Kambing. Sejumlah penerima manfaat kecewa atas bantuan tersebut

Mengapa Pokir jadi persoalan yang menjadi pusat perhatian bagi masyrakat aceh? apakah pokir menjadi mahluk asing  sehingga terjadi “kegagapan  prosedur “ sehingga menimbulkan jebakan batman bagi sejumlah Anggota dewan yang terhormat dalam merealisasikan kebijakan tersebut?

Atau justru Pokir menjadi “Negatif Tools “ bagi oknum anggota dewan untuk memperkaya diri dan menghimpun pundi-pundi atas cost politic yang dikeluarkannya  dalam proses pemilhannya. Atau justru menjadi “Positif Tools” dan sarana ibadah dalam memperjuangkan aspirasi masyakatnya. Untuk itu, kita harus memahami kontek hukum dan prosedure  yang menjadi basic referensi anggota Dewan dalam menjalankan tugasnya menjaring aspirasi yang dikemas dalam istilah “POKIR”.

Apa itu pokir Dewan ?

Pokir (Pokok Pikiran) DPRA/DPRK adalah produk usulan hasil reses yang dilakukan oleh anggota DPR. Reses yang menghasilkan sejumlah usulan-usulan yang berasal dari konstituens anggota DPR di daerah pemilihannya masing-masing. Ini senada dengan yang menyatakan bahwa pokir adalah usulan aspirasi.

Dengan demikian pokir anggota dewan adalah nomenklatur yang mirip dengan “Penjaringan aspirasi masyarakat (Jaring Asmara) yang pada intinya anggota dewan mempunyai kewajiban menyerap, menghimpun, menampung dan menindaklanjuti aspirasi masyarakat.

Seharusnya dana pokir ini bisa untuk mendukung program industrialisasi dan penanggulangan kemiskinan di Provinsi Aceh dan Kabupaten/Kota secara keseluruhan. Agar dapat diimplementasikan dalam APBA/ APBK, maka Pokir harus dikaji sehingga mampu menyelesaikan permasalahan pembangunan daerah yang diperoleh dari dengar pendapat dan/atau hasil penyerapan aspirasi melalui reses, serta berkoordinasi dengan Pemerintah Kabupaten/Kota. Pokir juga harus diselaraskan dengan prioritas dan sasaran pembangunan, sebagaimana tercantum dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD).

Namun saat ini Pokir lahir menjelang akhir tahun atau dalam perubahan anggaran yang akhirnya banyak terjadi penyelewengan dan terindikasi program asal jadi. "Apakah ini perlu dipertahankan? Mari sama-sama kita mengecek program pokir itu, masih adakah? atau hanya tinggal nama saja.

Editor: Irfan