16 Oktober 2025
Daerah

IMPS Kecam Camat Samadua, Diduga Intervensi Keuchik Teken Rekomendasi Tambang Tanpa Musyawarah

LIPUTANGAMPONGNEWS.IDIkatan Mahasiswa Pelajar Samadua (IMPS) Banda Aceh- Aceh Besar mengecam keras dugaan intervensi sepihak yang dilakukan Camat Samadua terhadap sejumlah keuchik untuk menandatangani surat rekomendasi izin eksplorasi tambang tanpa melalui mekanisme musyawarah gampong. 

Ketua Umum IMPS, Fatan Sabilulhaq, menyebut tindakan itu bukan hanya pelanggaran prosedur, melainkan bentuk nyata arogansi kekuasaan di tingkat kecamatan yang menginjak prinsip demokrasi desa.

Menurut Fatan, sejumlah keuchik di Kecamatan Samadua mendapat tekanan langsung dari pihak kecamatan untuk menandatangani dokumen rekomendasi yang sudah disiapkan sebelumnya. “Para keuchik tidak dilibatkan dalam pembahasan dan tidak sempat bermusyawarah dengan masyarakat. Mereka hanya diminta menandatangani surat yang sudah jadi,” ujarnya dalam keterangan resmi, Kamis, 16 Oktober 2025.

Ia menegaskan, seorang Camat tidak memiliki kewenangan untuk memaksa keuchik menandatangani dokumen yang tidak melalui proses partisipatif. “Itu pelecehan terhadap kedaulatan gampong dan bentuk penyalahgunaan wewenang. Seorang camat bukan atasan politik keuchik, karena keuchik dipilih langsung oleh rakyat,” tegasnya.

Fatan juga mengungkapkan, surat rekomendasi yang beredar terindikasi cacat secara administratif karena tidak mencantumkan titik koordinat dan luasan wilayah eksplorasi. Padahal, unsur tersebut merupakan syarat pokok dalam setiap dokumen perizinan pertambangan. “Surat tanpa koordinat dan luasan adalah surat kosong. Ia bisa menjadi pintu masuk penyimpangan dan berpotensi mengancam hak masyarakat atas tanahnya sendiri,” ujarnya.

IMPS menilai tindakan tersebut mencerminkan pola lama pemerintahan yang anti-transparansi dan mengabaikan prinsip good governance. Menurut Fatan, perilaku seperti ini hanya memperkuat kesan bahwa kekuasaan lokal masih digunakan sebagai alat kontrol, bukan pelayanan. “Camat Samadua seolah lupa bahwa pemerintahan modern dibangun atas partisipasi, bukan paksaan. Desa bukan bawahan kecamatan, melainkan entitas otonom yang punya hak menentukan arah kebijakannya sendiri,” ucapnya dengan nada tegas.

IMPS mendesak para keuchik yang telah menandatangani rekomendasi tersebut agar segera mencabutnya secara resmi dan menggelar musyawarah gampong terbuka untuk memastikan setiap keputusan terkait wilayah dan sumber daya alam didasarkan pada aspirasi masyarakat. IMPS juga meminta Pemerintah Kabupaten Aceh Selatan menegur keras Camat Samadua serta melakukan evaluasi menyeluruh terhadap seluruh surat rekomendasi tambang yang dikeluarkan tanpa dasar hukum dan partisipasi publik.

“Kami tidak menolak pembangunan, tapi kami menolak manipulasi dan kesewenang-wenangan. Jika pemerintah masih berpihak pada rakyat, hentikan praktik seperti ini dan dorong segera penetapan Wilayah Pertambangan Rakyat (WPR) agar masyarakat Samadua menjadi pelaku utama, bukan korban,” tegas Fatan.

Ia menambahkan, bila persoalan ini diabaikan, IMPS bersama elemen mahasiswa dan masyarakat Samadua di Banda Aceh siap melakukan aksi terbuka dan melaporkan kasus ini ke Pemerintah Aceh serta Ombudsman RI. “Kami tidak akan diam. Samadua bukan wilayah yang bisa dijual atas nama izin. Ini tanah rakyat, bukan alat kepentingan segelintir orang,” pungkasnya. (**)