27 Juli 2024
Opini

Idrus bin Harun: Kata adalah Ak-47

Liputangampongnews.id - Judul di atas dicontek dari judul buku Subcomandante Marcos, seorang gerilyawan di belantara Mexico yang menuliskan banyak esai dan menyebarkannya ke sejumlah media. Esai-esainya memuat sejumlah tamsilan tentang bagaimana hegemoni kekuasaan, misalnya, mengambinghitamkan kemanusiaan di atas kecongkakan pembangunan. 

Entah epigonisme dari belantara Mexico, entah hanya keisengan, sejak 2019 Idrus bin Harun menghasilkan kaos penuh kata-kata beramunisi olok, hujat, bahkan melecehkan pikiran waras banyak dari kita. Kata-kata yang sengaja dipajang tepat di bagian depan kaos, ditambah sketsa atau karikatur yang disesuaikan dengan elaborasi frasa membuat siapa pun yang melek kondisi Aceh kekinian akan segera paham apa yang dimaksudkan seniman kelahiran Meureudu 39 tahun yang lalu. 

Produksi kaos VOC yang terbaru hadir dengan tagline: jikalau tak jadi suluh penerang mata penamu, lantas jadi apa? Kata-kata tersebut dipadankan dengan sesosok perempuan yang mengayuh sepeda sambil memegang obor. Hadir khas keacehan dari sketsa ini antaranya lewat jilbab dan gagang rincong (lidah pendatang menyebut 'rencong'). 

Tentu saja lewat kata plus gambar tersebut Idrus hendak menyinggung kepada banyak literat, banyak akademisi, dan makhluk penyuka tulis-menulis lainnya bahwa sebenarnya makna hakiki dari sebuah pemikiran yang diejawantahkan seseorang dalam bentuk aksara adalah sumbangsih kepada kemanusiaan. Tak lain. Memproduksi pemikiran dengan motif uang, naik pangkat, ataupun buat gaya-gayaan sesungguhnya merupakan sebuah kehilangan arah jalan. Sementara, penamu, tulisanmu, akan menjadi obor yang menerangi lelorong gelap dari negeri-negeri terpencil seperti halnya kita, Aceh. Idrus hanya ingin menyampaikan itu. Sekali lagi, tak lain dan tak lebih. Via koas VOC. 

Sebelumnya, VOC menelurkan kaos gambar sketrepro foto Cut Nyak Dhien ketika dibuang ke Sumedang. Hanya satu kata di kaos ini: pulih. Tapi, jika Anda lebih teliti, kita akan melihat kaitan koas ini dengan kondisi kekinian. Ya, pandemi telah menelantarkan banyak gairah dan semangat di semua tempat di muka bumi, tak terkecuali di Aceh. Idrus dengan penuh makna menempatkan 'peta' Aceh yang segitiga di pangkuan Cut Nyak Dhien. Sementara di belakang perempuan hebat itu berdiri sesosok laki-laki yang memegang infus. Ya, Aceh sedang dalam masa opname. Masa pemulihan dari sakit yang berkepanjangan. 

Di samping kaos dengan kata-kata menohok tersebut, alumni SMAN 1 Meureudu tahun 2000 ini juga menghasilkan banyak kaos dengan kata dan lukisan sarat konotasi lain. Misalnya, 'revolusi cilet-cilet' dengan karikatur orang sedang memotong AK-47; 'Kaphetalisme' dengan karikatur seorang laki-laki yang memangku alat berat serta senjata buatan Rusia; serta banyak kaos lainnya yang bahkan juga hadir dalam bahasa Aceh seperti 'Nyoe Jabatan Kadibloe, 'Oh Hajat Sampoe Ditarek Laba'.

Kini Idrus masih bermukim di Banda Aceh sebagai 'Kadis' Seni Rupa Dewan Kesenian Banda Aceh. Idrus juga tak seperti Marcos yang masih betah menulis di rimba raya, sedang lelaki gondrong yang pernah ikut Jakarta Biennale 2015 itu masih wara-wari di jalanan Kutaraja sambil sesekali menyeruput kopi Ulèe Kareng di warung kopi tenar atau bahkan disuruh bungkus sama bartender lalu dibawa pulang ke Bivak Emperom di Lamteumen Timur karena di sanalah Idrus berkarya sekaligus mengepalai Komunitas Kanöt Bu sejak 2009 silam. (Edi Miswar)