Kuncuran DD di Aceh Seperti Bangkai Dihutan Belantara, Tercium dan Jadi Rebutan Hewan Pemangsa
Oleh: T.Muhammad Raja - Pemuda Aceh, Peduli Pembangunan Desa"
OPINI - Jumlah dana desa yang disalurkan pemerintah pusat ke Gampong-gampong selama 8 tahun sejak (2015 s/d 2022) mencapai Rp 34,29 triliun lebih, yang terbagi untuk 6.497 Gampong dalam 289 kecamatan di 23 Kabupaten/Kota di Provinsi Aceh.
Dengan Dana yang sangat besar itu, seharusnya Para Penguasa anggaran di tingkat Desa Para Kepala desa, Reje Kampung, Datok dan Keuchik Gampong di Aceh, bisa Memanfaatkan Dana desa itu untuk membangun Gampong atau desanya masing-masing.
Sesuai Peraturan Pemerintah Nomor 60 Tahun 2014 Tentang Dana desa, Sebagai mana disebut dana Desa itu, diperuntukan bagi Desa, untuk membiayai penyelenggaraan Pemerintahan Desa, Pelaksanaan pembangunan fasilitas sarana prasarana Desa, Pembinaan kemasyarakatan, Pemberdayaan masyarakat dan Penikatan Ekonomi Masyarakat Desa atau Gampong.
"Tetapi Mengapa.? dana desa itu, belum bisa di manfaatkan sesuai harapan, sebagai mana di ketahui dana desa itu untuk membangun desa, jika di lihat pada kenyataannya di lapangan masih banyak Desa-desa atau Gampong di Aceh yang belum bisa memanfaatkan dana desa dengan baik, transparan dan tepat sasaran, apa lagi dalam Tiga tahun belakangan ini Pasca Covid-19 melanda Indonesia.
Banyak para kepala desa atau Keuchik Gampong terkadang kebingungan, dalam mengambil sikap dan keputusan untuk menggunakan dana desa itu sendiri. Sangking banyaknya atuaran dan Edaran serta kebijakan yang harus di ambil oleh para kepala desa atau Keuchik dalam menggunakan dana desa, tambah lagi dengan serangan dan tudingan-tudingan oleh masyarakat untuk Kepala desa atau Keuchik, yang di curigai adanya penyelewangan dana desa Oleh Keuchik di Gampong itu.
"Karena karakteristik, pola pikir, pemahaman dan pengertian masyarakat di tingkat desa, bisa di katakan masih rendah, terkesan gagal faham terkait dengan Juknis, kegunaan, kemana dan berapa Persen anggaran Dana desa bisa digunakan untuk peritem kegiatan.
Sehingga para kepala desa atau Keuchik selalu terjadi benturan dengan para Badan Permusyawaratan Desa (BPD) atau Tuha Peut Gampong dan masyarakat yang selalu mempersoalkan anggaran yang telah di gunakan oleh Keuchik sebagai penguasa anggaran, dan masyarakat meminta untuk mempertanggung jawabkan satu persatu di hadapan masyarakat, ketika ada Rapat atau Musrenbang di tingkat Desa.
"Hal itu terjadi akibat para BPD atau Tuha Peut dan Masyarakat di Gampong-gampong di Aceh masih kurang memahami, terkait Fungsi dan manfaat dana desa itu sendri, sehinga timbul rasa tidak percaya kepada Keuchik atau Kepala desa sebagai Penguasa anggaran Dana desa, mencurigai para kepala desa melakukan penyelewengan dana desa, diakibatkan banyaknya para Keuchik Gampong juga tidak transparan dalam menggunakan dena desa.
"Sehingga banyak Para kepala desa atau Keuchik gampong di Aceh menganggap penyaluran dana desa yang selama ini di kunncurkan oleh Pemerintah pusat untuk desa, Seperti datangnya malapetaka ke Desa, yang membuat kertakan persatuan, kesatuan, kebersamaan dan keharmonisan hubungan antar sesama masyarakat di desa atau Gampong-Gampong di Aceh.
Dilema nya persoalan dana desa di Aceh sudah sangat luar biasa, Para Keuchik atau kepala desa saat ini mengaku, mengola dana desa Seperti Memakan buah simalakama, di "Makan mati Ayah tak di makan mati Mama" begitulah umpamanya.
Banyak para kepala desa (Keuchik) bercerita dana desa yang di luncurkan oleh pemerintah pusat untuk desa khususnya di Aceh, tidak seutuhnya bisa di gunakan untuk membiayai Pembangunan, Pemberdayaan, peningkatan dan pemulihan Ekonomi masyarakat Desa atau Gampong.
Dana desa selama tiga tahun belakangan ini, banyak terpakai untuk hal-hal yang sifat tidak bermamfaat kepada masyarakat untuk masa yang akan datang, hanya saja bisa di nikmati sesaat, salah satunya adalah Bantuan Langsung Tunai (BLT) yang bersumber dari dana desa dan program-program lain sebegainya.
Contoh seperti Program Peningkatan ekonomi Masyarakat, Kesehatan masyarakat, Pendidikan Masyarakat dan pembangunan fasilitas sarana prasarana Milik desa, yang semua itu terlihat kurang bermanfaat terkesan mubazir, banyak bangunan di Gampong atau desa-desa di Aceh, yang terbangkalai tidak digunakan setalah di bangun.
Semua itu diduga akibat para Keuchik atau kepala desa sebagai penguasa anggaran, tidak sejalan Pogram dengan para BPD atau Tuha Peut dan Masyarakat dalam melakukan musyawarah (Musrenbang) untuk Perencanaan pembangunan desa, saling mempertahankan prinsip.
Sehingga jadi benturan dan perdebatan yang saling tuding menuding, meminta kepala desa atau Keuchik sebagai penguasa anggaran, untuk transparan menempelkan papan informasi pagu anggaran dan penggunaan anggaran dana desa setiap tahunnya.
"Tuntutan Masyarakat, agar kepala desa transparan menempelkan papan informasi penggunaan Anggaran dana desa, sepertinya sangat sulit untuk bisa dituruti oleh para Keuchik di Aceh, dalam berapa tahun belakangan ini, Pasalnya banyak anggaran dana desa yang tak terduga dan tidak bisa di sebutkan pada publik atau pada masyarakat banyak, yang telah di pergunakan oleh para Keuchik hampir semua Gampong di aceh, karena cukup banyak anggaran dana desa selama ini, yang mengalir keluar desa akibat kebijakan-kebijakan yang di ambil oleh para Keuchik.
Yang kadang-kadang kebijakan itu di ambil oleh Kepala desa bisa merugikan masyarakat desa itu sendiri, Para Keuchik tak peduli walau itu berbahaya, ketika ada pemeriksaan anggaran desa oleh tim Audit. Karena para Keuchik di Aceh saat ini, Rata-rata kurang memahami secara detil sistem manajemen pengololaan anggaran dena desa, sehingga para Keuchik sebagai penguasa anggaran dana desa.
Mengharapkan arahan dan petunjuk dari pihak Kecamatan seperti arahan dan petunjuk Camat, kasi Pemberdayaan masyarakat desa (PMD) dan Pendamping Desa (PD) serta (PLD), dalam Menyusun Rencana Anggaran Pembangunan Gampong (RAPG), dalam hal ini para Oknum Pendamping Desa (PD-PLD) dan Oknum pegawai di kantor kecamatan, memanfaatkan situasi untuk merenguk sebagian persen dana desa, dengan berbagi macam dalih yang di lontarkan kepada para Keuchik-Keuchik Gampong.
Untuk bisa merampas Dana desa, ada yang meminta untuk Menyusun Rencana Anggaran Pembangunan Gampong (RAPG) dengan biaya persatu (RAPG) setiap Gampong mencapai Rp 12 juta sampai Rp 17 juta malah ada yang Rp 20 juta. Sehingga para Keuchik Gampong sebagai penguasa anggaran dan Operator atau kerani desa serta TPK gampong tinggal duduk manis saja.
Tak harus repot-repot Menyusun Rencana Anggaran untu pembangunan Gampong, setiap bulannya ambil jerih, dan itu sudah menjadi hal yang lumraha bagi aparatur desa di Aceh, tampa berkerja sudah di menganggap tidak ada masalah lagi, aman dan terkendali, semua terkait persiapan dokumentasi untuk penyusunan (RAPG) sudah ada yang mengerjakannya oleh si penyusun RAPG di tingkat kecamatan yang biasanya di Upahkan oleh Keuchik Menggunakan dana anggaran Desa pada Tim dari kecamatan, yang.di koordinirkan oleh camat dan para Pendamping desa.
"Perlu di ketahui oleh para PD-PLD, Kasi PMD dan Para Camat di tingkat kecamatan, Apa Tugas-Fungsi Peran Pendamping Desa dan Camat dalam mengawasi Dana desa, tugas Pendamping desa.
Iyah lah, melakukan memfasilitasi dan pendampingan terhadap kegiatan pendataan, perencanaan, pelaksanaan, dan pengawasan Pembangunan Desa,
Seperti menyiapkan dan ketepatan waktu dokumen-dokumen perencanaan, pelaksanaan, membuat pertanggungjawaban dan pengawasan, RPJM Desa serta membuat RKP Desa, APB Desa, laporan realisasi dan LPP Desa terpublikasikan dan atau dapat diakses oleh masyarakat umum di desa.
Dan tugas Pendamping desa itu, adalah melakukan kegiatan fasilitasi serta pendampingan dalam rangka percepatan pencapaian SDGs Desa, Data SDGs Desa dan Indeks Desa terupdate setiap tahunnya.
serta melakukan fasilitasi dan pendampingan pengembangan ekonomi lokal dan BUM Desa (BUMG) atau BUM Desa Bersama.
Dan juga mengupayakan untuk neningkatkan partisipasi masyarakat dalam Pembangunan Desa, dibuktikan dengan meningkatnya keterlibatan masyarakat desa itu sendiri dalam perencanaan, pelaksanaan, dan pengawasan Pembangunan Desa.
Selain itu Pendamping Desa bertuga sebagaimana di harapkan dapat melakukan aktivasi kelembagaan masyarakat, dalam mendukung Pembangunan Desa, yang tumbuh dan berkembanngnya kelembagaan masyarakat di desa, seperti (lembaga formal maupun nonformal) dan terlibat aktif dalam mendukung Pembangunan Desa, itulah tugas-tugas Poko para pendamping desa.
Sementara itu, Perlu juga di ketahui sejauh mana peran Camat dalam pengawasan membina pengelolaan keuangan dana desa, Baik selaku satuan kerja perangkat daerah (SKPD) yang paling dekat dengan desa, maupun selaku (SKPD) yang secara khusus ditugaskan oleh PP dan Permendagri untuk melaksanakan binwas penyelenggaraan Pemdes atau keuangan desa.
Dalam PP 43/2014 Pasal 154 ayat (1), Camat di sebutkan, selain melakukan tugas Pembinaan dan pengawasan desa, melalui:
Memfasilitasi Penyusunan Perdes dan Perkades, mefasilitasi administrasi tata pemerintahan desa, mefasilitasi pengelolaan keuangan desa dan pendayagunaan aset desa.
Dan juga memfaasilitasi Penerapan dan penegakan peraturan perundang-undangan, memfasilitasi pelaksanaan tugas kades dan perangkat desa.
Memfasilitasi pelaksanaan pilkades,
memfasilitasi pelaksanaan tugas dan fungsi BPD atau Tuha Peut Gampong, Melakukan Rekomendasi pengangkatan dan pemberhentian perangkat desa.
Serta memfasilitasi sinkronisasi perencanaan pembangunan Daerah dengan pembangunan desa, Selain itu juga memfasilitasi penetapan lokasi PKP, memfalisitasi penyelenggaraan ketentraman dan ketertiban umum.
Melakukan pelaksanaan tugas, fungsi dan kewajiban lembaga kemasyarakatan desa, dalam penyusunan perencanaan Pembangunan partisipatif desa dan membatu memfasilitasi kerjasama antar-desa dan KSD dengan pihak ketiga serta penataan, pemanfaatan dan pendayagunaan ruang desa serta penetapan penagasan batas-batas desa.
Memfasilitasi penyusunan program dan pelaksanaan, Pemberdayaan Masyarakat desa, Koordinasi pendampingan desa di wilayahnya masing-masing.
"Jika di lihat dan di pahami dengan benar Tugas-fungsi dan Peran Camat serta PD-PLD dalam mengawasi dan pendampingan penggunaan Dana desa, Sangan jelas tercatat sebagai garda terdepan dalam melakukan pendamping, pengawasan, arahan dan memperdayakan Masyarakat desa, seharusnya masyarakat sudah memahami, mengerti pemanfaatan Dana desa yang sudah berjalan selama 8 tahun di kuncurkan oleh pemerintah pusat untuk 6.497 Gampong dalam 289 kecamatan di 23 Kabupaten/Kota Provinsi Aceh, dengan Pagu Anggaran mencapai Rp. 34,29 triliun lebih dari tahun ke tahun.
"Tapi apa yang terjadi, terkait nyaluran dan kuncuran Dana desa selama ini.? Bayak para Keuchik di Aceh menganggap kucuran Dana desa, sebagai malapetaka untuk masyarakat, karena dengan ada Dana desa, cukup banyak masyarakat beranggapan bisa di bagi-bagikan dan boleh di gunakan kemana saja serta harus di pertanggung jawabkan dengan masyarakat, satu persatu apa saja yang sudah di belanjakan Oleh penguasa anggaran.
Segala persoalan dilema carut marut terkait Dana desa di Aceh kususnya, Semua ini Diduga akiban tidak Berfungsinya Peran para Pendamping Desa (PD-PLD) dan Camat sebagai Pimpinan dan Pendampingan di tingkat kecamatan yang memiliki Peran sangat besar menurut PP 43/2014 Pasal 154 ayat (1) Tentang Desa, dengan tidak berfungsinya paran PD-PLD dan Camat di kecamatan.
"Sehingga kisruh masyarakat, persoalan dana desa kerap terjadi, dan kurang nyan pemberdayaan atau Bimbingan kusus terkait Manajemen tatacara Pengelolaan Dana desa kapada Penguasa, pengguna anggaran di desa, juga mengakibatkan puluhan Kepala Desa di Aceh, teseret kasus Kasus-kasus Korupsi Dana desa, ada yang sudah di tetapkan jadi tersangka ada pula yang masih di berikan waktu untuk mengembalikannya.
Dalam suasana yang begitu kacau pengelolaan keuangan dana desa, Sebahagian pihak ada yang mengambil keuntungan dalam kesempatan itu, dengan cara mengimingi para Keuchik sebagai penguasa Anggaran desa berada dititik aman, dan menyedorkan pogram-pogram tertentu, meminta para Keuchik untuk mengikuti dan Menganggarkan dana desa untuk biaya Kegiatan itu, sehingga para Keuchik pun ikut patuh tidak menolak permintaan tersebut.
Meskipun kegiatan di maksud diakui oleh para Keuchik itu, tidak akan berdampak mamfaat, baik untuk para keuchik itu sendiri maupun untuk masyarakatnya, Karena jika para Keuchik menolak, Keuchik itu tidak terjamin ada di titik aman, akan ada hal yang mengakibatkan keuangan desanya itu terancam, dengan di lontarkan pertanyaan-pertanyaan yang membuat para Keuchik tak mampu menjelaskan.
"Sebab selama ini para Keuchik di desa atau Gampong di aceh umumnya, banyak mengambil kebijak tersendiri, dalam pengelolaan anggaran dana desa, seperti hal-hal yang bersifat kebijakan, Menyimpangan dari aturan atau juknis Penggunaan dana desa, tujuannya para Keuchik untuk meng sikapi, tuntutan-tuntutan masyarakat, agar tidak terjadi benturan di desa, kebijakan yang di ambil oleh Keuchik, tidak untuk memperkaya dirinya sendiri, tak di sangka ternyata suasana itu menjadi kesempatan emas bagi pihak lain,
untuk mengrogoti Dana desa.
"Salah satu cara untuk menghetikan persoalan carut marut dan dilemanya memanfaatan Dena desa di Aceh, butuh keseriusan Para pendamping Desa dan Camat untuk mengawasi, membina, memberikan pemberdayaan kepada masyarakat, membimbing dan mendampingi kepala Desa atau Keuchik dalam pengelolaan keuangan di desa.
Di provinsi Aceh sendiri tercatat ada sekitar 1000 Orang lebih pendamping desa (PD-PLD) dan 289 Orang Camat beserta stafnya, yang seharusnya berkerja untuk mengawasi penggunaan dana desa, tapi sayang sungguh sayang, yang terjadi malah sebaliknya, memanfaatkan situasi dan kesempatan, menjadi penonton melihat, ketika ada Keuchik yang terjadi benturan dengan masyarakatnya, dan jika ada masalah Keuchik di desa, baru di panggil kekantor kecamatan, yang ujung-ujungnya harus ada ampoy juga untuk melakukan mediasi menyelesaikan kisruh masyarakat di desa.
Hal ini sangat kita sayangkan, dan menjadi pertanyaan besar mengapa, para PD dan PLD Desa tidak berkerja Provisional, dalam mendampingi desa-desa di Aceh, malah mereka menjadi calo untuk menggerogoti dana desa. Selain PD-PLD dan Camat, Para Forum atau Koordinator Keuchik di tingkat kecamatan, juga menjadi jalur untuk masuknya, para nikmat Dana desa di Aceh.
Seharusnya, dengan Adanya Forum-forum Keuchik di tingkat kecamatan, bisa berfungsi sebagai organisasi profesi yang dibentuk dalam rangka mengatur penyelenggaraan pemerintahan desa secara umum, khususnya dalam bidang penyelenggaraan tata kelola pemerintah desa yang baik bisa melakukan pemberdayaan masyarakat desa dan pelaksanaan pelayanan publik bagi warga masyarakat desa, dan membantu menyelamatkan dana desa, agar para Keuchik tidak memanfaatkan dana desa, yang sifat Berfoya-foya.