05 Februari 2025
Kisah

Hujan Mengguyur, Harapan Mengering: Keluarga Miskin di Pidie Jaya Menanti Sentuhan Pemerintah

Foto : Penampakan kondisi rumah tampak luar dan di dalam. | LIPUTAN GAMPONG NEWS

LIPUTANGAMPONGNEWS.IDDi tengah hiruk-pikuk program pengentasan kemiskinan yang digaungkan pemerintah, sebuah keluarga kecil di Dusun Pulo Pante, Gampong Lampoh Lada Kecamatan Meureudu Kabupaten Pidie Jaya, hidup dalam bayang-bayang keprihatinan yang mendalam.

Rumah berkonstruksi kayu lapuk milik mereka, dengan atap yang bocor dan dinding yang rapuh, menjadi saksi bisu perjuangan M. Syahril (48), istrinya Herawati (41), dan putri kecil mereka yang baru berusia enam tahun. 
Ironisnya, berbagai program bantuan, mulai dari Baitul Mal Kabupaten Pidie Jaya hingga Dinas PUPR, seakan tak mampu menembus dinding kesengsaraan yang membatasi keluarga ini.

Setiap tetes hujan yang jatuh bukan hanya membasahi bumi, tetapi juga menenggelamkan harapan keluarga Syahril. Air hujan dengan leluasa merembes masuk melalui atap yang berlubang, membasahi kasur, lemari, dan seluruh isi rumah mereka yang sederhana.

Bayangkan, bagaimana seorang anak kecil bisa tidur nyenyak di tengah dinginnya malam yang diiringi guyuran hujan dan kebocoran atap yang tak tertahankan? Bagaimana sebuah keluarga bisa merasa aman dan nyaman di rumah yang lebih mirip kandang daripada tempat tinggal?

“Kami hanya bisa pasrah kepada Allah SWT,” ujar Syahril, suaranya bergetar menahan haru.

“Semua barang kami basah setiap hujan. Kami tidak tahu harus berbuat apa lagi.” Kata-kata sederhana itu menyimpan beban berat yang hanya bisa dipahami oleh mereka yang pernah merasakan pahitnya hidup dalam kemiskinan ekstrem.

Keluarga Syahril bukan hanya berjuang melawan kerasnya alam, tetapi juga melawan sistem. Mereka tak terdaftar sebagai penerima Program Keluarga Harapan (PKH) atau bantuan sembako dari Kementerian Sosial. Bantuan sosial yang seharusnya menjadi jaring pengaman bagi warga miskin, seakan tak mampu menjangkau mereka yang terpinggirkan di pelosok desa.

Ketiadaan bantuan sosial diperparah dengan minimnya perhatian dari pemerintah desa dan kabupaten. Mereka hidup dalam keterbatasan yang semakin diperburuk oleh beban psikologis dan ekonomi yang tak tertahankan. Rumah yang layak huni, akses terhadap pendidikan yang memadai, dan jaminan kesehatan yang tercukupi, hanyalah mimpi bagi keluarga kecil ini.

“Kami berharap ada perhatian agar mereka bisa hidup lebih layak,” kata seorang tetangga, suaranya dipenuhi keprihatinan. Harapan yang sama juga terpancar dari mata warga sekitar yang menyaksikan langsung penderitaan keluarga Syahril. Mereka berharap pemerintah segera turun tangan dan memberikan solusi nyata bagi keluarga ini.

Kisah keluarga Syahril bukanlah sekadar angka statistik kemiskinan. Ini adalah potret nyata dari ketimpangan sosial yang masih menghantui negeri ini. Ini adalah panggilan hati nurani bagi pemerintah dan seluruh lapisan masyarakat untuk lebih peka terhadap nasib saudara-saudara kita yang membutuhkan uluran tangan.

Bantuan berupa rumah layak huni dan akses terhadap program bantuan sosial bukanlah sekadar belas kasihan, tetapi merupakan hak dasar setiap warga negara untuk hidup dengan layak dan bermartabat.

Mari semua insan berjiwa sosial untuk segera bertindak! Hubungi pihak terkait untuk membantu keluarga M. Syahril dan keluarga-keluarga miskin lainnya di Pidie Jaya. Mari kita wujudkan Negeri Japakeh ini yang lebih adil dan bermartabat bagi semua. (*)