22 November 2024
Opini

Hilangnya Gema Tambo Disudut Negeri

LIPUTANGAMPONGNEWS.ID - Kesenian Peh Tambo adalah jenis musik rakyat Aceh sejenis beduk yang sudah sangat jarang bahkan tidak pernah didengar lagi di dalam masyarakat aceh . Padahal seni musik tambo ini telah berperan cukup lama dan cukup besar di tengah masyarakat Aceh. 

Dahulu baik di meunasah (surau/mushalla/langgar) maupun pada setiap mesjid ditempatkan sebuah tambo. Dan tambo inilah yang difungsikan sebagai alat komunikasi atau penyampaian informasi bahwa waktu shalat telah tiba. Artinya telah tiba waktu atau saat untuk melakukan seumayang (shalat). 

Di bulan ramadhan tambo juga digunakan untuk menginformasikan waktu berbuka puasa dan membangunkan warga khususnya kaum ibu untuk menyiapkan makan sahur. 

tak hanya itu, tambo juga digunakan sebagai media untuk mengumpulkan warga agar ke meunasah guna membicarakan masalah - masalah gampong (kampung/desa).
Selain sebagai tempat ibadah, meunasah  juga difungsikan sebagai tempat musyawarah bagi warga di aceh. 

Maka untuk itu terlebih dahulu telah ada ketentuan-ketentuan atau kesepakatan bersama warga gampong tentang tanda atau isyarat dari pada bunyi tambo.

berpedoman pada bunyi tambo yang di peh (dipukul) masyarakat Aceh telah mengetahui tanda-tanda yang diperdengar kan dari suara tambo. Misalnya kalau berbunyi tiga kali artinya pemberitahuan adanya kematian, Kalau pukulannya tujuh kali berarti gotong royong atau berkumpul ke meunasah. 

Dengan tiga kali bunyi tambo itu orang akan bertanya siapa yang meninggal, dan warga akan berkumpul bersama dimeunasah untuk mengetahui siapa yang meninggal. 

Leluhur kita memang sangat cerdas dalam mewariskan sebuah benda. Bagaimana tidak, mereka sudah menentukan maksud dari setiap banyaknya pukulan serta panjangnya pukulan sehingga orang bisa mengetahui peristiwa apa yang sedang terjadi, Lengkap dengan strategi apa yang harus dipersiapkan untuk menghadapi peristiwa tersebut.

Maka tidak mengherankan kalau sewaktu saya kecil dahulu saat terdengar bunyi tambo, maka ibu saya menyuruh saya diam dan mendengarkan serta memperhatikan dengan seksama frekuensi bunyinya. 

Di samping tambo ada juga seni taktok, yang di beberapa daerah di Pulau Jawa biasa dinamakan kentongan. Taktok juga merupakan isyarat bunyi untuk memberitahu warga desa jika ada kebakaran, kemalingan atau mendapatkan informasi dari desa.

Instrumen musik taktok atau kentungan (kelentungan) terbuat dari ruas bambu yang sebagian kecil dari kulit dan daging pohonnya dipotong dengan pahat sehingga mata kita bisa mengintip ke dalam lubang bambu yang dibatasi dinding-dinding ruas. Pahatan pada sebagian kecil daging bambu itu dimaksudkan agar taktok mengeluarkan bunyi yang nyaring jika dipukul dan mampu menjangkau telinga orang-orang desa. 

Selain terbuat dari pohon bambu dengan pilihan bambu jenis besar yang sudah tua agar tahan lama, taktok juga bisa dibuat dari bahan pangkal pohon bambu yang dilubangi memanjang di tengahnya agar mampu menggemakan bunyi yang berdengung dan bisa menjangkau warga mukim. Alat tersebut biasanya digantung di alas tangga atau di depan dekat dengan pintu rumah agar mudah memukulnya.
 
Agaknya alat musik yang berperan dalam membangunkan komunikasi komunitas masyarakat itu dibentuk sebelum ditemukannya besi oleh manusia. Sebab setelah sejarah umat manusia sampai pada zaman perunggu, fungsi taktok dari bambu itu digeser oleh lonceng yang terbuat dari perunggu atau besi maupun baja. 

Taktok mengalunkan bunyi tok tok-tok karena terbuat dari bambu. Sedangkan lonceng berbunyi neng-neng-neng-atau ditangkap oleh indera pendengar etnis lain sebagai bunyi nong-nong-nong- sehingga lazim disebut kelenengan atau kelonongan di daerah-daerah lain.

Berbeda dengan alat panggil taktok yang biasanya cukup dengan dua bambu, tak demikian halnya dengan instrumen musik Tambo. Masyarakat pun memberikan kelas penilaian bahwa tambo bernilai relatif lebih tinggi dibandingkan dengan taktok karena Untuk membuat instrumen Tambo diperlukan batang iboh, kulit kerbau atau kulit sapi muda dan rotan sebagai alat perenggang kulit. 

Kemajuan teknologi sekarang yang menyebabkan terjadinya Substitusi atau pergantian dari kebudayaan lama dengan unsur kebudayaan baru yang lebih praktis untuk kehidupan masyarakat misalnya diganti dengan telepon, radio komunikasi, atau pengeras suara mengakibatkan sistem komunikasi tradisional seperti Tambo ini sudah jarang bahkan boleh dikatakan tak pernah lagi dipentaskan, apalagi pada masa yang akan datang. 

Sangat disayangkan memang, padahal Kesenian tambo ini merupakan salah satu unsur kebudayaan yang menyimpan berbagai nilai keindahan dan juga nilai peran nya sebagai pendukung syiar islam. 

Untuk memelihara pelestariannya bisa dilakukan penyelenggaraan suatu festival peh tambo, Misalnya diperagakan di tempat-tempat tertentu di setiap kabupaten, ditempatkan di lokasi yang luas sehingga mudah dilihat oleh umum. Dengan demikian anak cucu kita, generasi mendatang rakyat Aceh, bisa tahu yang mana Tambo.

Setidaknya kalau tidak bisa menyaksikan pementasan musik peh tambo minimal anak-cucu kita kelak bisa melihat gendangnya sebagai kekayaan budaya leluhur mereka . Atau bisa juga dikembangkan dengan cara dikolaborasi dengan alat musik lain nya dan ini menjadi saran sekaligus tantangan terhadap para pelaku seni dengan harapan bisa menjadi sebuah diplomasi budaya dan juga dengan upaya-upaya lainnya agar tambo menjadi bagian yang tak terpisakan dari peradaban bangsa Indonesia.

Oleh : Miftahul azizi S. Hum (lulusan sejarah dan kebudayaan islam Uin Ar-Raniry Banda Aceh)