Guru sebagai Kompas Kehidupan Intelektual dan Batin
Oleh: Tgk. Mulyadi
OPINI - Di tengah gempuran arus informasi yang melaju deras, guru tetap menjadi mercusuar yang menuntun generasi menuju dermaga makna. Dalam sebuah kutipan indah, Ever Garrison menyebut guru sebagai kompas bukan peta yang menunjukkan seluruh jalan, tapi alat penentu arah yang menghidupkan rasa penasaran, pengetahuan, dan kebijaksanaan. Ini bukan sekadar metafora indah; ini adalah refleksi dari peran sejati seorang pendidik dalam kehidupan murid-muridnya.
Seorang guru yang baik tidak datang membawa jawaban, tetapi datang membawa pertanyaan dan kemampuan untuk membimbing murid agar menemukan jawabannya sendiri. Ia menyalakan lentera keingintahuan, bukan dengan dogma, tapi dengan dialog; bukan dengan memaksa, tetapi dengan membangkitkan kesadaran. Inilah kekuatan tersembunyi dalam pendidikan: proses yang menumbuhkan, bukan sekadar mengisi.
Dalam ruang kelas, seorang guru mungkin tampak hanya mengajar rumus matematika atau tata bahasa. Tapi lebih dari itu, ia sedang menanam nilai: disiplin dalam berpikir, ketekunan dalam menggali, dan kejujuran dalam menyampaikan. Inilah pendidikan dalam bentuknya yang paling murni: transformasi batiniah yang perlahan-lahan membentuk karakter.
Tidak semua orang bisa menjadi guru, karena menjadi guru bukan sekadar profesi, melainkan panggilan jiwa. Guru sejati bukan hanya yang berdiri di depan kelas, melainkan yang hadir dalam hidup murid-muridnya sebagai cahaya. Ia hadir bukan untuk menjadi pusat perhatian, tapi sebagai pusat gravitasi yang membuat murid-muridnya tetap terarah meski menghadapi badai kebingungan.
Kebijaksanaan tidak datang dari hafalan, tapi dari penghayatan. Dan guru dengan segala kesederhanaannya mengajarkan itu lewat sikap dan keteladanan. Ia mungkin tidak selalu memiliki jawaban instan, tapi ia hadir sebagai contoh hidup dari apa yang ia ajarkan: kejujuran, kesabaran, keberanian berpikir, dan cinta terhadap ilmu.
Dalam zaman yang serba instan dan pragmatis ini, kita butuh lebih banyak guru seperti itu. Guru yang tidak hanya mengajarkan "apa", tapi juga "mengapa"; tidak hanya menunjukkan "bagaimana", tapi juga "untuk apa". Karena dalam dunia yang penuh kebisingan, suara guru yang menuntun dengan hati akan tetap bergema dalam kehidupan para muridnya lama setelah pelajaran usai dan buku-buku ditutup.
Dan sebagaimana kompas, peran guru kadang tak disadari, namun selalu menentukan. Dialah yang membuat kita tetap menuju utara, meski jalan tampak gelap dan peta kehidupan belum lengkap.