Diskusi Sebagai Lokomotif Pergerakan Mahasiswa
OPINI - Menurut data yang dilrilis oleh Badan Pusat Statistik (BPS) jumlah mahasiswa di Indonesia mencapai 8.956.184 juta jiwa pada tahun 2021, jumlah ini naik sekitar 4,1 % dari tahun kemarin. Dari data tersebut dapat disumpulkan bahwasanya ada peningkatan minat pada masyarakat untuk melanjutkan pendidikan ke perguruan tinggi. Namun beberapa tahun kebelakang, dengan berbagai permasalahan yang dihadapi masyarakat baik itu di Indonesia secara umum maupun Aceh khusunya, mahasiswa cenderung hilang dalam arus pergerakan yang mengakibatkan mahasiswa sebagai social control tidak maksimal dan cenderung tidak ada.
Menjadi mahasiswa berarti berani menggambil tanggung jawab besar, mahasiswa bukan hanya bertugas berangkat ke kampus, kuliah, dan pulang, peran mahasiswa lebih dari itu. Mahasiswa memiliki fungsi social control, yang dimaksud kontrol sosial disini adalah mahasiswa memiliki hak untuk memberikan saran, kritikan, dan solusi terhadapa kebijakan yang tidak sesuai dengan nilai-nilai dan cita-cita bangsa. Namun akhir-akhir ini mesin pergerakan mahasiswa seakan-akan mati, hal ini tentu saja diakibatkan oleh banyak faktor, baik itu secara internal maupun eksternal. Salah satu penyebab kurangnya pergerkan mahasiswa akhir-akhir ini adalah ruang diskusi untuk berbagi dan bertukaran pemikiran cenderung hilang bahkan tidak ada, ditambah lagi dengan pergeseran paradigma mahasiswa yang kurang peduli terhadap permasalahan sosial politik yang terjadi disekitarnya menambah parah persoalan ini.
Menurut Alghiffari Aqsa, Alumnus Fakultas Hukum Universitas Indonesia. Ia menilai terjadi pelemahan terhadap kekuatan koalisi masyarakat sipil dan gerakan mahasiswa setelah kurang lebih 20 tahun reformasi terjadi. Hal ini diakibatkan oleh pengaruh oligarki yang mengakibatkan sejumlah aktivis yang turut menjatuhkan orde baru ikut masuk ke dalam lingkaran pemerintahan. Hal ini mengakibatkan koalisi dan gerakan mahasiswa menjadi tidak steril lagi. Alghiffari Aqsa juga berpendapat bahwa pemberlakuan Undang-undang nomor 12 Tahun 2012 tentang Pendidikan Tinggi, mengakibatkan semakin terkikisnya ruang demokrasi di lingkungan kampus. Dikutip dari Tempo.co.
Intervensi pemerintah di ranah kampus juga kian nyata, dengan mekanisme pemilihan Rektor yang diatur dalam Peraturan Menteri Pendidikan Nasional tentang Tata Cara Pemilihan Rektor yang mengatur jatah 35 persen suara menteri dan 65 persen suara senat untuk pemilihan rektor. Hal ini menjadi problem baru, karena mau tidak mau calon Rektor harus memiliki hubungan baik dengan pemerintahan hal ini ditakutkan dapat mengakibatkan semakin tertutupnya ruang demokrasi, berpendapat dan juga pergerakan di kalangan mahasiswa.
Dari berbagai persoalan diatas, kita sebagai mahasiswa harus mampu untuk kembali memberikan nafas pergerakan dengan salah satu cara menghidupkan kembali budaya diskusi berbasis literasi untuk membahas berbagai persoalan bangsa, hal ini menjadi penting untuk dilakukan dengan tujuan mempertajam pemikiran, memperkuat pergerakan dan menghidupkan kembali iklim kampus yang kritis terhadap berbagai persoalan/problem yang dihadapi oleh masyarakat khususnya di Aceh dan pada umumnya di Indonesia. Diskusi sendiri secara sederhana dapat diartikan sebagai pertukaran pemikiran dan perundingan untuk memahami dan mencari jalan keluar dari suatu masalah yang sedang dihadapi. Sedangkan menurut Samani (2012) : Diskusi adalah pertukaran pikiran (sharing of opinion) antara dua orang atau lebih yang bertujuan memperoleh kesamaan pandang tentang sesuatu masalah yang dirasakan bersama.
Sudah saatnya mahasiswa menggambil kembali peranya sebagai social control dalam rangka untuk tetap menjaga setiap keputusan dan kebijakan yang dibuat oleh pemerintah agar tetap sesuai dengan tujuan dan cita-cita bangsa. Sudah saatnya mahasiswa untuk kembali peduli akan sekitarnya, peduli akan perpolitikan yang terjadi, paham akan akibat yang akan terjadi. Karena setiap keputusan politik yang dibuat akan mempengaruhi seluruh elemen kehidupan berbangsa dan bernegara tanpa terkecuali. Mari kuatkan kembali literasi, perbanyak diskusi, hidupkan iklim kritis akan persoalan bangsa, dan sampai pada akhirnya menjadi pintu dan lokomotif pergerakan mahasiswa kedepannya.
M. Syahrul Ramadhan
Ketua Umum DEMA FISIP UIN Ar-Raniry Banda Aceh
Kader Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah