Asyifa, Bocah Pengumpul Barang Bekas Di Pidie Jaya Tak Seberuntung Anak se Usianya
Foto : Asyifa (10), siswi Kelas V SDN Beunot, Sepulang Mengumpulkan Botol dan Barang Bekas | LIPUTAN GAMPONG NEWS
LIPUTANGAMPONGNEWS.ID - Tak seberuntung anak-anak seusianya, Asyifa bocah kelahiran 10 tahun yang silam kini duduk dibangku kelas V SD Negeri Beunot, Kecamatan Meureudu, Kabupaten Pidie Jaya, Aceh, bergegas pulang setelah jam pelajaran di sekolahnya berakhir.
Usai mengganti seragam sekolahnya, ia pun memulai aktivitas rutinny sebagai pengumpul barang bekas (memulung). Dengan bermodalkan sepeda mini butut warna biru pemberian ayah angkatnya, bocah kecil berperawakan hitam manis itu menjajal pedal sepeda tua menelusuri tumpukan sampah plastik.
Asyifa kecil sepulang dari sekolah mengelilingi komplek perkantoran Bupati Pidie Jaya mencari botol mineral bekas dan kaleng minuman ringan.
Bocah kecil itu mengutip satu persatu botol air mineral bekas disetiap tong dan tumpukan sampah yang ia temui. Saban hari Asyifa kecil rela menjadi pengumpul rongsokan dan botol plastik bekas untuk memenuhi kebutuhan hidup keluarga nenek dan kakek yang sudah renta serta untuk uang jajan sekolahnya.
Sebelum ia jual ke toke rongsokan, barang bekas dan botol air mineral bekas itu, terlebih dahulu dikumpulkan di halaman rumah orang tuanya, di Gampong Pulo U, Kecamatan Meureudu, Kemukiman Beuriweuh, Kabupaten Pidie Jaya.
Tak saban hari Asyifa kecil bisa menjual kumpulan barang bekas yang ia kutip sepulang dari sekolah. Barang-barang bekas, hasil kerja keras Asyifa dijual setiap lima (5) hari sekali.
"Bocah itu mendapatkan uang dari hasil penjualan botol/barang bekas rata-rata Rp. 20 ribu hingga Rp. 30 ribu rupiah setiap minggunya.
Alhamdulillah, walau sedikit, uang hasil penjualan botol bekas yang dikumpulkan Asyifa itu berkah, kata Nek Nur Latifah (74) orang tua angkat Asyifa, wajahnya kini tampak lelah dan tua dimakan usia.
Sebenarnya Nek Nurlatifah dan Kakek M. Yunus (78) gak tega membiarkan Asyifa bekerja mengumpulkan botol dan barang bekas, anak itu masih usia sekolah, namun tuntutan keadaan yang membuat Asyifa harus menanggung beban hidup, untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari keluarga, ujar Nek Latifah lirih dengan linangan air mata kesedihan mengenang nasib Asyifa.
Kami sangat menyayangi Asyifa, kata Kakek Yunus suaminya Nek Latifah, Asyifa kami angkat dari kecil saat kami menetap di Medan, Sumatera Utara. Ibunya sudah tiada semenjak dia masih bayi, sang ayah kabarnya merantau ke negeri jiran Malaysia, ujar Kakek Yunus.
Beginilah kondisi keluarga kami nak, ujar kakek M. Yunus sembari menunjukkan jari telunjuknya kearah rumah tua ukuran 4x4 M. Rumah yang dibangun dengan dana bantuan pribadi Pak Keuchik Gampong kala itu, kini kondisinya sudah mulai lapuk dimakan usia. Dinding rumah mungil berkonstruksi kayu itu terlihat lapuk dimakan rayap, jauh dari kata layak huni seperti rumah warga lainnya.
Kakek Yunus dan Nek Latifah tidak ada sumber pendapatan tetap untuk memenuhi kebutuhan hidupnya, keluarga miskin ini hanya mengandalkan hasil pertanian padi setahun dua (2) kali panen dari sepatak lahan sawah "Meusara" (tanah wakaf) milik Meunasah Gampong setempat.
Walau kondisi ekonominya serba susah, namun keluarga miskin ini tetap bersyukur, bekerja itu ibadah rezeki urusan Allah, ucap Kakek M. Yunus saat ditemui awak media di istana kecilnya di Gampong Pulo U, Sabtu sore jelang Magrib, (11/3).
Orang tua angkat Asyifa itu berharap adanya sedikit bantuan dan uluran tangan para dermawan untuk modal usaha dan mendirikan sebuah kios kecil didepan rumahnya, dikarenakan suami istri ini sudah tak lagi mampu bekerja berat, ia berharap adanya bantuan agar untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-sehari dan uang jajan anaknya sekolah.
"Jika ada yang mau membantu, bantulah kami tempat dan modal usaha," ujarnya penuh harap saat ditemui liputangampongnews.id dikediamannya.
Dari wawancara kami dengan Wak fah dan Abua Noh tergambarlah kondisi real keluarga ini. Hidup tanpa mata pencaharian tetap, hanya bertani lima (5) are tanah pura Meunasah yang disewanya. Terkadang padipun tak jadi karena hama dan juga faktor alam lainnya.
Tak bisa kita bayangkan bagaimana susahnya kehidupan mereka dimasa-masa krisis multisektor beberapa tahun terakhir ini, jangankan untuk keperluan sandang dan papan untuk mencukupi kebutuhan pangan saja mereka kesusahan.
Namun walaupun demikian pahitnya kehidupan yang mereka jalani., Mereka tetap bersyukur tersenyum menikmati sisa masa hidupnya.
Sore jelang magrib Asyifa pulang kerumah usai mengumpulkan barang bekas, selepas magrib bocah kecil yang selalu terlihat ramah dan murah senyum itu mengaji di balai pengajian di gampong Pulo U. (**)