15 November 2025
Daerah

FORMAKI Telusuri Dugaan Pemotongan 40% Fee Aneuk Lueng di Aceh Selatan. Lantas Bagaimana dengan Pidie Jaya?

Foto : Dok. Google Image | LIPUTAN GAMPONG NEWS

LIPUTANGAMPONGNEWS.IDDi tengah meningkatnya kegelisahan publik, Forum Masyarakat Anti Korupsi (FORMAKI) memilih tidak hanya bersuara, mereka bergerak. Jumat (14/11/2025), lembaga tersebut resmi menurunkan tim investigasi khusus untuk menelusuri dugaan pemotongan hingga 40 persen dana saluran irigasi (Aneuk Lueng) di Kabupaten Aceh Selatan, sebuah isu yang sepekan terakhir memanas dan memicu reaksi luas.

Langkah ini menjadi tindak lanjut dari pernyataan keras FORMAKI sebelumnya yang menyoroti dugaan praktik “sunat” pada dana Pokok Pikiran (Pokir) DPR RI Fraksi PKB. FORMAKI menilai mekanisme penyaluran anggaran tersebut telah menjelma menjadi “lahan komersial” yang digerakkan oleh para “makelar” tim sukses.

Investigasi lapangan dilakukan berbekal data otentik yang telah dikantongi FORMAKI. Data itu memuat daftar 16 titik Perkumpulan Petani Pemakai Air (P3A) di Aceh Selatan yang menjadi penerima Program Percepatan Peningkatan Tata Guna Air Irigasi (P3-TGAI), sebagaimana tercantum dalam lampiran Kepmen PU Nomor 622/KPTS/M/2025 dan 877/KPTS/M/2025.

“Kecaman kami di media minggu lalu bukanlah akhir, itu adalah awal. Hari ini kami menindaklanjuti analisis tersebut dengan aksi nyata. Tim investigasi FORMAKI sedang bekerja di 16 lokasi P3A di Kecamatan Kluet Selatan, Kluet Timur, Kluet Utara, dan Samadua,” ujar Juru Bicara FORMAKI dalam keterangannya, dilansir SaranNews edisi Jumat (14/11).

FORMAKI menyatakan bahwa tujuan investigasi bukan hanya membuktikan dugaan pemotongan 40 persen, tetapi juga memastikan advokasi penuh bagi para petani yang berhak menerima manfaat program tersebut. “Dana bantuan Rp195 juta per kelompok adalah hak mutlak petani. Itu harus dikelola secara swakelola, bukan dibagi-bagi untuk oknum mana pun,” tegas Alizamzam, Ketua FORMAKI.

Dalam pernyataannya, FORMAKI juga mengingatkan para pengurus P3A agar tetap jujur dan tidak tergoda menutupi fakta. “Kami memahami potensi tekanan atau intimidasi. Namun, memberikan keterangan palsu atau bersekongkol hanya akan menyeret para pengurus ke persoalan hukum yang lebih berat,” tambahnya.

Hasil investigasi ini nantinya akan dirangkum sebagai bukti tambahan untuk memperkuat desakan FORMAKI kepada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) agar segera mengambil alih dan mengusut tuntas dugaan skandal yang telah mencederai hak-hak petani tersebut.

Lantas, bagaimana dengan pelaksanaan program Aneuk Lueng di Kabupaten Pidie Jaya? Apakah juga mengadopsi pola 40 persen, atau  membebankan fee hingga puluhan juta per paket, ataukah justru berlangsung tanpa pungutan? Publik kini menunggu langkah investigasi dari LSM serta para aktivis antikorupsi di Pidie Jaya. (***)