Brigadir Riyan Nanda: Sosok Penolong di Tengah Perjalanan Pilu Lansia Stroke di Becak Tua!
LIPUTANGAMPONGNEWS.ID - Langit Pidie Jaya di siang itu mendung. Seorang lansia dengan tubuh ringkih tidur di atas becak mesin yang berguncang pelan di jalan berdebu. Wajahnya pucat, matanya sayu, dan tubuhnya seperti tak lagi mampu melawan waktu. Stroke telah merenggut hampir seluruh kekuatannya. Di sisinya, seorang kerabatnya tampak cemas, tangan gemetar memegang alas kayu yang mulai retak. Becak tua itu melaju menuju RSUD Pidie Jaya, membawa harapan tipis di tengah keterbatasan.
Namun, becak itu bukanlah kendaraan yang layak untuk membawa seorang lansia yang tengah berjuang melawan penyakit berat. Di setiap lubang jalan yang dilewati, tubuh renta itu terguncang, menambah rasa sakit yang dirasakannya. Di tengah perjalanan, suara mesin becak yang berderu nyaring memecah keheningan jalan lintas Medan-Banda Aceh. Semua orang tahu, perjalanan seperti ini bisa menjadi terlalu panjang untuk seseorang yang lemah dan tak berdaya.
Di saat yang tidak disangka, seorang polisi berhati emas sedang bertugas di jalur itu. Dia adalah, seorang polisi muda bernama Brigadir Riyan Nanda memperhatikan dengan seksama. Naluri kemanusiaannya langsung tergerak. Ia segera menghentikan becak tua, mendekati keluarga itu, dan menanyakan situasi mereka. Dengan mata berkaca-kaca, kerabat pasien menjelaskan bahwa mereka sedang membawa sang lansia penderita stroke ke rumah sakit untuk berobat.
Tanpa berpikir panjang, Brigadir Riyan menawarkan tumpangan menggunakan mobil patroli. "Mari, Pak, Ibu, kita bawa beliau ke rumah sakit. Tidak apa-apa naik mobil dinas Satlantas Polres Pidie Jaya," katanya penuh kelembutan. Tanpa menunggu jawaban, ia membantu memindahkan tubuh lemah itu dari becak ke kursi belakang mobilnya. Sang pasien hanya mampu menatap Riyan dengan mata penuh haru. Di momen itu, waktu seakan berhenti. Tidak ada jarak antara seorang aparat negara dan rakyat kecil.
Dalam perjalanan menuju rumah sakit, suasana di dalam mobil begitu sunyi. Hanya suara sirine yang memecah kesenyapan, berjuang membuka jalan bagi nyawa yang sedang bertaruh dengan waktu. Kerabat pasien sesekali menyeka air mata, merasa takjub sekaligus terharu atas pertolongan yang tak pernah mereka duga sebelumnya. Di sisi lain, Brigadir Riyan tetap fokus menyetir, memastikan mereka sampai di rumah sakit secepat mungkin.
Ketika akhirnya mobil patroli berhenti di depan RSUD Pidie Jaya, Riyan turun terlebih dahulu, membuka pintu, dan membantu menurunkan pasien. Dengan penuh hati-hati, ia memastikan lansia itu masuk ke ruang IGD tanpa kendala. Tidak ada formalitas, tidak ada basa-basi. Riyan hanya ingin memastikan bahwa nyawa ini selamat. Setelah itu, ia kembali ke mobil, meninggalkan keluarga itu dengan senyuman tipis, sebelum kembali menjalankan tugas patroli.
Kisah ini bukan sekadar tentang seorang polisi yang menjalankan tugasnya, melainkan tentang sisi kemanusiaan yang begitu tulus. Dalam seragam dan tugasnya yang berat, Brigadir Riyan menunjukkan bahwa kebaikan kecil di saat yang tepat bisa mengubah dunia seseorang. Kepeduliannya mengajarkan kita bahwa empati adalah bahasa universal yang mampu menjembatani segala batas.
Ketika dunia seakan penuh dengan ketidakpedulian, tindakan sederhana Brigadir Riyan mengingatkan kita bahwa masih ada harapan. Di tengah hiruk-pikuk kehidupan, di antara jalanan berdebu Pidie Jaya, seorang polisi telah menjadi cahaya kecil yang menerangi kegelapan. Kemanusiaan itulah yang membuat kita percaya bahwa, meskipun tak sempurna, dunia ini masih memiliki hati. (Teuku Saifullah)