LIPUTANGAMPONGNEWS.ID - Para emak-emak di Kabupaten Pidie Jaya, Aceh, mendadak menghadapi kebutuhan darurat yang jarang masuk daftar logistik bencana: bra dan celana dalam. Jika biasanya bantuan berfokus pada beras, mi instan, atau air mineral, kali ini justru barang “kecil” itulah yang paling diburu karena sangat menentukan kenyamanan hidup sehari-hari di pengungsian.
Di posko pengungsian, para ibu-ibu tak lagi sungkan menyampaikan unek-unek. Mereka mengaku seluruh pakaian dalam hanyut diterjang banjir. “Baju bisa dicuci, tapi kalau pakaian dalam sudah hilang semua, habis sudah urusan,” ujar seorang emak sambil setengah tertawa, setengah menghela napas.
Masalahnya bukan soal gaya, melainkan soal kesehatan. Kondisi lembap di pengungsian membuat kulit mudah bermasalah. “Sudah mulai gatal-gatal, bang. Ini bukan drama, ini kondisi di lapangan,” celetuk seorang ibu, membuat para relawan mengangguk serius.
Ironisnya, sebagian dari mereka kini hanya memiliki satu atau dua pakaian dalam. Penggantian pun harus “dihemat.” “Kadang tiga hari baru ganti. Bukan mau irit, tapi memang stoknya nol,” kata seorang ibu lainnya dengan nada pasrah.
Ada pula yang terpaksa menjalani hari tanpa perlengkapan lengkap. “Kami bukan tidak mau pakai, tapi memang sudah tidak ada,” ucap seorang ibu polos, yang justru mengundang senyum simpati di tengah situasi sulit.
Para pengungsi berharap para donatur tak melulu mengirim mi instan. Bra dan celana dalam kini sama pentingnya dengan sabun dan selimut. “Perut masih bisa tahan lapar, tapi kulit tidak bisa tahan gatal,” ujar seorang emak, menutup keluh kesahnya dengan tawa kecil yang penuh harap.
Warga Gampong Meunasah Mancang dan Dayah Usen, Mala, Misbahul Jannah dan Juliani, turut menyampaikan harapan agar kebutuhan ini mendapat perhatian. Mereka percaya, kepedulian pada hal-hal kecil justru membawa dampak besar bagi martabat dan kesehatan para korban bencana. (**)






