Seteru NURANI
Karya asli : Muslailati Moesman (guru MAN 4 Pidie Jaya)
"Untuk jiwa yang kisruh"
“Kamu dari mana, Mela?”... MAAF langsung menyapaku dan menghalangi jalanku ketika melihat aku beringsut-ingsut ingin masuk menuju kamarku. Sepertinya MAAF memang sengaja menunggu kepulanganku. Tadi malam aku keluar dari rumah tanpa pamit padanya. Aku mengajak serta NURANI ku. Aku benar benar muak dengan kebisingan yang terjadi di rumahku tadi malam. Kebisingan ang sudah 3 bulan ini dipicu oleh pertengkaran antara MAAF, EGO, HASUT, SABAR dan IKHLAS. Selama 3 bulan ini mereka seakan bertanding, berlaga dan ingin memenangkan perdebatan ini, perdebatan yang sangat konflik, benar2 mendera ku dan sadisnya perselisihan mereka selalu terjadi dalam ruang NURANI ku. Aku sangat kasihan pada NURANI ku, hingga tadi malam aku mengajak NURANI ku ikut bersamaku, meninggalkan mereka yang masih dalam konflik.
“Mela, kamu darimana semalaman. Kenapa tidak menjawabku,” MAAF kembali bertanya padaku. MAAF ternyata masih berdiri di hadapanku, menatapku gusar.
SABAR yang entah darimana munculnya tiba2 datang dan memegang bahu MAAF.
“ Biarkan Mela istirahat dulu,” SABAR menenangkan MAAF yang terlihat gusar.
“ Aku baik baik saja. Tidak usah mengkhawatirkanku,” aku menjawab singkat dan berjalan menghindari MAAF yang masih menghalangi jalanku. Tapi MAAF kembali menghalangi jalanku.
“ Apa kamu bilang, Mela? Menurutmu kamu baik baik sajakah? Kamu parah, tahu tidak? Sudah 3 bulan kondisimu seperti ini. Kami hampir lelah, Mela. Kami mencoba supaya kamu tidak hancur. Berkali kali sudah aku katakan, jangan lagi bersahabat dengan EGO dan HASUT. Mereka bukan sahabat yang baik buatmu, apalagi dalam konflik mu saat ini,” MAAF terlihat kesal, tapi suaranya ditahan. Mungkin takut terdengar oleh EGO dan HASUT yang sepertinya masih di kamar mereka masing masing. Aku tidak melihat ada EGO dan HASUT di ruang tengah rumahku.
Aku mengurungkan niatku menuju kamar dan memilih duduk di sofa ruang tengah. NURANI ku mengikuti langkahku. Begitu juga MAAF dan SABAR. SABAR memilih duduk diantara aku dan MAAF. Aku menghempaskan tubuhku ke sofa, dan memejamkan mataku. Entah kenapa tiba tiba airmataku mengalir. SABAR menyodorkan tissue ke tanganku. Meski mataku terpejam tapi aku sudah sangat hapal kebiasaan SABAR. SABAR selalu melakukan hal hal yang menenangkan dan dari gerakan tangannya yang perlahan dan lembut saat menyodorkan tissue padaku, aku tahu kalau itu tangan milik SABAR.
“ Begini saja,” NURANI ku tiba tiba buka suara. Jika sudah NURANI ku bicara, biasanya semua diam mendengarkan. Semua tahu, bahwa NURANI ku adalah ruang tempat MAAF, SABAR, IKHLAS, EGO dan HASUT meluahkan perseteruan.
“ Biarkan Mela menenangkan diri disini. Aku siapkan ruangku untuk perseteruan kalian, dan ingat, INI YANG TERAKHIR. Silahkan manfaatkan aku yang ada dalam NURANI Mela. Sekali lagi ini yang terakhir. Jujur, aku capek, lelah. Ruangku berantakan dan hampir hancur oleh perseteruan kalian. Kalian tahu bukan, aku muak dan benci dengan kondisi ini. Aku hanya ingin kedamaian, nyaman aku jika berada dalam jiwa yang damai,” NURANI ku nampak sangat berwibawa. MAAF, SABAR dan IKHLAS terdiam. Mereka adalah tiga serangkai yang selama ini menjadi asset terbaik dalam ruang NURANI ku. Aku yang dikenal dengan karakter lembut dan selalu bijak, itu karena mereka yang bersemayam dalam ruang NURANI ku. Aku agak terusik dengan kalimat kalimat NURANI ku.
“ Tunggu dulu,” aku membuka mataku, menatap tajam kearah NURANI ku dan memperbaiki gaya dudukku. Kini posisiku tidak lagi bersandar habis ke sofa, tapi posisi duduk tegak.
“ Sebaiknya bertanya padaku terlebih dahulu. Aku masih ragu, jika ini adalah perseteruan yang terakhir. Kamu selalu menginginkan kedamaian dan semua harus berakhir dengan kemenangan SABAR, IKHLAS dan MAAF, bukan? Tapi aku harus siapkan jiwaku. Sudah tiga bulan ini aku mencoba abaikan semuanya, tapi jiwaku ternyata masih rapuh dan belum mampu. Jangan memaksa jiwaku, aku khawatir akan gila dan mati,” aku berujar lirih dan airmataku kembali mengalir. Kembali SABAR menyodorkan tissue padaku. NURANI ku terdiam, lama memandangku.
“ Kita coba lagi ya,” NURANI ku menatapku seperti sangat kasihan. “ Kami tahu, kamu pasti bisa. Kami selalu bersama mu, bukan? Kamu adalah cerminan diri kami,” NURANI ku menggenggam tanganku. Dihadapanku, SABAR, IKHLAS dan MAAF menatap sayu padaku dan sangat berharap. Aku meletakan kedua tanganku di dada, sebagai permintaan agar mereka memahamiku. Kembali aku menarik nafas agak panjang dan melepaskannya sambil menggigit bibirku.
“ Baiklah,” aku menyerah. “ Aku akan diam disini, diantara perseteruan kalian. Aku akan coba tidur disini. Bersama NURANI ku. ,” suaraku lirih tapi pasti. Kulihat SABAR, IKHLAS dan MAAF tersenyum ceria. “ Doakan kami ya Mela,” MAAF berkata lirih. Aku mengangguk. NURANI ku tersenyum ke arahku dan masih menggenggam tanganku.
Kuakui, akhlak mereka sangat terpuji. SABAR sangat pandai menahan diri dan tidak pernah berkeluh kesah. SABAR juga selalu bisa mengontrol emosinya dalam situasi dan kondisi jiwa apapun.
Sementara IKHLAS lebih mulia dari SABAR. IKHLAS selalu ajarkan ku untuk belajar memahami takdir ALLAH SWT. IKHLAS selalu tempatkan kejujuran dalam setiap gerak langkahnya. IKHLAS benar benar seorang hamba yang dalam keyakinan dan perbuatannya hanya mengharapkan ridha Allah SWT. Aku sangat beruntung mengenalnya.
Dan MAAF, sahabatku yang lebih terpuji dan super. MAAF sangat mudah menghapus dan menghilangkan, serta memberi ampun atas kesalahan orang lain. Sahabatku MAAF sangat lapang dada.
“ Aku akan bangunkan EGO dan HASUT,” SABAR beranjak menuju kamar EGO dan HASUT di bagian belakang rumah . Aneh memang. Rumah ini punya 6 kamar. Aku sekamar dengan NURANIku. SABAR , IKHLAS dan MAAF masing masing di kamar sendiri, untuk mereka berarti 3 kamar. Dua kamar lagi seharusnya dihuni oleh EGO dan HASUT. Tapi mereka lebih memilih untuk berdua satu kamar, padahal kamar di bagian belakang sangat sempit. EGO dan HASUT sangat kompak, sayangnya mereka kompak dalam ketidakbenaran.
“ Dasar pemalas. Jam begini masih tidur. Dibangunkan malah marah marah. Shalat tidak pernah. Hadeuh,” tiba tiba SABAR datang , bergumam dan bersungut sungut.
SABAR menghempaskan tubuhnya ke sofa, tempat dia duduk sebelumnya.
“ Tumben, kesal,” MAAF seperti mengejek SABAR. Tapi seperti biasanya, SABAR hanya diam dan menghela nafas panjang. “ Menghadapi EGO dan HASUT, perlu pengendalian emosi,” SABAR bicara sambil mengangkat bahunya.
“ Kami dataaaang,” tiba2 terdengar teriakan keras dari arah belakang. Kulihat EGO dan HASUT berjalan dengan langkah cepat dan kasar menuju kea rah kami.
“ Aku disini,” EGO menyikut keras HASUT yang sedang berusaha duduk di sofa kosong tepat disebelah kiri SABAR. HASUT seperti agak terjungkal oleh sikut EGO keras. “ Awas ya, akan kubalas kamu nanti,” HASUT menunjuk EGO dengan sangat marah dan memilih duduk di sebelah IKHLAS. Tapi dasar si EGO, hanya cuek tak peduli, seperti sangat puas sudah menempati sofa yang diinginkannya.
“ Ada apa nih. Kenapa aku dipanggil kesini. Mengganggu aku tidur saja,” EGO memulai pembicaraan. SABAR, IKHLAS dan MAAF saling berpandangan. HASUT nampak sedang mencongkel hidungnya, sangat tidak sopan. NURANI ku bangkit dari sebelahku dan berpindah duduk tepat di depan EGO dan HASUT.
“ Eleh, ceramah lagi ni pasti si sok baik ini,” HASUT memandang tidak senang pada NURANIku. Nampaknya HASUT sudah menduga apa yan akan disampaikan oleh NURANIku.
“ Aku minta, baik baik. Kamu, EGO dan HASUT, hari ini, silahkan angkat kaki dari rumah ini, dari ruang jiwa Mela. Sudah 3 bulan kalian mengusik ketenangan ku sebagai NURANI Mela. Sudah 3 bulan ini kalian menebar bara api dengan gojog gojog kalian yang penuh keburukan terhadap masalah Mela. Jadi sudah cukup. Aku saja sebagai NURANI Mela sudah lelah. Tidak nyaman dengan kondisi ini. Kasihan Mela, akibat bisikan bisikan kotor kalian, Mela tidak bisa mengontrol dirinya lagi. Tidak mau makan, menangis, tidak bisa bekerja, tugasnya berantakan. Keluar rumah malam malam tanpa peduli bahaya. Apa kalian belum puas. Apa lagi yang kalian inginkan?,” NURANI ku berujar lantang dan menatap tajam pada EGO dan HASUT. EGO dan HASUT saling memandang, saling angkat bahu dan saling tertawa.
NURANI ku gusar. Tapi SABAR memberikan kode agar NURANI ku tenang.
“ Sebenarnya tidak ada gunanya menghiba pada kalian, EGO dan HASUT,” kali ini SABAR yang bicara. “ Kalian tidak akan hentikan aktifitas kalian untuk membisikkan hal2 buruk pada NURANI siapapun. Kalian selalu akan mengambil manfaat dari masalah siapapun. Aku hanya ingin tegaskan apa yang disampaikan oleh NURANI, bahwa sebaiknya kalian segera angkat kaki dari sini, dari jiwa Mela. Gara gara memberi waktu pada kalian, aku tidak bisa membawa Mela menjadi pribadi yang mampu menekan emosinya,” SABAR nampak agak gusar, menatap tak berkedip pada EGO dan HASUT.
“ Hey hey, ha..ha..ha…,” EGO tertawa lebar. Menyikut HASUT yang ikut tertawa disebelahnya.
“ Kalau kami tergantung kalian, lah. Kalau kalian, menang, wahai SABAR, IKHLAS dan MAAF, kami pasti akan pergi. Kami akan berkelana mencari siapapun yang lain untk membelitkan mereka dalam masalah. Mela kan awalnya begitu juga. Kami berhasil masuk ke NURANI nya saat Mela punya masalah, kenapa? Karena kalian tidak cukup kuat membentengi dan bertahan kokoh dalam ruang NURANI Mela,” EGO menjawab enteng dan terkesan tidak pernah salah. “ Itu tugas kami, “ HASUT menambahkan.
“ Dan asal kalian tahu, baik aku, HASUT maupun EGO, tidak akan pernah bisa tinggal lama dalam NURANI siapapun, jika kalian bertiga, SABAR, IKHLAS, MAAF, mampu bekerja dengan baik,” HASUT seperti tidak mau kalah.
“ Sudah! Sudah! Sudah!,” aku berteriak keras dan bangkit dari posisi bersandar habis pada sofa. Semua memandangku nanar. NURANI ku beringsut agak menjauh. SABAR, IKHLAS, MAAF saling memandang heran. EGO dan HASUT tanpa ekspresi.
“ Aku ratu disini,” aku melanjutkan tegas. “ Aku pemilik keputusan akhir. Selama 3 bulan ini aku memberi waktu pada SABARku, IKHLASku, MAAFku , juga pada EGO,HASUT, tapi bukan sahabatku, yaa….aku ulangi, EGO dan HASUT bukan sahabatku. Aku memberi waktu untuk perseteruan kalian. Aku berterimakasih pada SABAR, yang selalu ajariku bagaimana mengendalikan emosi terhadap masalahku. Aku juga sangat berterimakasih pada IKHLAS, yang selalu mengingatkanku pada Takdir ALLAH, dan ajarkanku untuk selalu agungkan Keimanan. Dan pada sahabatku MAAF, aku banyak belajar untuk mencoba memahami kesalahan orang lain,” kali ini suaraku tersendat. ,” Iya, MAAF memberikan kesadaran padaku, bahwa ternyata melupakan kesalahan orang lain justru melepaskanku dari beban emosional negative,” lanjutku lirih, menatap MAAF dengan mata berkaca kaca. MAAF memberikan senyuman padaku, seperti tidak mempercayai ucapanku. NURANI ku meletakkan kedua tangannya di bawah dagunya, pejamkan matanya dan tersenyum.
“ Terimakasih juga pada NURANI ku,” aku memandang NURANI ku yang sedang tersenyum bahagia. NURANI ku menoleh padaku. “ AKU?” tanyanya.
“ Iya,” jawabku. “ Cukup lama aku membuatmu terusik, tanpa kedamaian,” aku melanjutkan. “Aku tahu, kamu butuh jiwa yang tenang. Selama 3 bulan ini, ruangmu menjadi tempat perdebatan kisruhnya masalahku. Aku terlalu lama membiarkan EGO dan HASUT berada di ruangmu, NURANI ku,” lanjutku masih lirih.
EGO dan HASUT seperti tersentak, memandangku.
“ Kamu menyerah, Mela? Kamu memilih kalah? Kamu memilih melupakan semuanya? Jadi apa gunanya lukamu selama ini. Untuk apa tangisan, keperihan, bahkan taruhan nyawamu selama ini. Tengah tengah malam kamu menyetir sendiri karena tersakiti, apa kamu tidak ingat? Kamu buang waktu percuma, Mela. Jika kamu memilih melupakan semuanya, kamu benar benar bodoh,” HASUT seperti berteriak. EGO juga tampak marah. SABAR, IKHLAS, MAAF langsung berdiri, mungkin bermaksud protes pada HASUT, tapi aku cepat memberikan kode tanganku agar mereka kembali ke tempat duduk mereka. NURANI ku malah terlihat tenang. Aku tahu NURANI ku mampu membaca apa yang akan kuputuskan.
“ Aku masih ingat semuanya, akan semua pengkhianatan dan ketidakadilan ini. Aku sangat ingat. Melupakan semuanya bukan berarti aku akan kembali pada mereka, bukan? Saat aku memutuskan melupakan kesalahan seseorang, itu bukan persoalan apakah dia itu salah, dan aku benar. Apakah dia memang jahat atau aniaya, bukan! Aku memutuskan menghilangkan semua kelukaan ini, karena aku berhak atas kedamaian di dalam hati , NURANI ku sudah terlalu lelah,” aku menanggapi amarah HASUT. HASUT dan EGO Nampak tidak senang.
“ Mela,memaafkan tidak membuatmu menjadi lebih baik, percayalah,” EGO menimpali.
“ Tapi akan membuka jalan kebaikan, menolong Mela melepaskan diri dari rasa marah, kecewa, benci, dan dendam,” MAAF secepat kilat menjawab tegas.
“ Dia yang mengkhianatimu, yang memperlakukanmu secara semena, akan bertindak lebih parah lagi dari yang pernah dia lakukan. Kamu akan berada di bawah kakinya,” HASUT seakan tidak mau kalah. Aku terdiam, bukan ragu, tapi sedang mencari kalimat yang membuat EGO dan HASUT mati kutu.
“ Mela, dengarkan aku,” NURANI ku mengalihkan pikiranku. “ Jangan kotori hatimu dengan dendam dan kebencian. Pembalasan yang terbaik adalah dengan lupakan semuanya. Mari buang kericuhan ini. Jangan buang waktu lagi,” NURANI ku mengingatkan janjiku. Aku mengangguk pasti dan aku ingat janjiku.
“Jadilah seperti bunga yang memberikan keharuman bahkan kepada tangan yang telah menghancurkan keindahannya,” MAAF mengutip kalimat ALI BIN ABI THALIB.
HASUT dan EGO memandang tidak senang. Aku menarik nafas panjang. Semua menunggu keputusanku.
“ EGO, HASUT, silahkan pergi. Pergi sejauh jauhnya dan jangan kembali,” aku mengangkat tinggi tangan kananku dan mengarahkan telunjuk tanganku kearah kamar EGO dan HASUT. “ Angkat semua barang kalian, tanpa sisa. Sekarang dan Jangan pernah kembali,” kali ini aku berteriak.
EGO dan HASUT tidak menunggu lama. Tanpa berkata mereka melengos dari pintu NURANI ku. NURANI ku sampai tersentak kaget.
“ Kasar sekali,” gumamnya. Suasana seketika teduh. Semua hening dan airmataku mengalir deras. Sesaat terlintas semua pengkhianatan dan ketidakadilan mereka padaku.
“ Tidak pernah ada orang yang terlalu benar, dan terlalu salah, karena kita bisa belajar dari semua kejadian, apapun itu,” gumamku. Keputusanku sudah bulat. Aku akan biarkan NURANI ku dalam damai, meskipun pada hakikatnya aku akan memilih menjalani cerita hidupku tanpa mereka lagi. Setidaknya, NURANI ku kini bersih, tanpa benci, amarah dan dendam.
“ Dan setidaknya aku tahu bagaimana aku harus bersyukur ketika aku dihadapkan pada konflik ini, karena kini aku sudah terlatih untuk menjadi lebih kuat,” aku mengangkat kedua bahuku, dan memberikan senyuman termanisku pada Nuraniku yang memandangiku dengan sangat lembut. Seakan memberikan kekuatan besar padaku. Sementara sejak aku memutuskan mengusir EGO dan HASUT, sahabat jiwaku SABAR, IKHLAS dan MAAF beringsut perlahan , menyusup dan menyatu bersama NURANI ku. Mereka ternyata tertidur dalam kelegaan penuh.
" Kamu Hebat, Mela. Kamu tahu apa yang membuat ku nyaman bersamamu?” Nurani ku masih memandangku lembut. Aku menopangkan tangan di daguku, sedikit memiringkan kepalaku, dan menunggu kalimat berikutnya dari Nuraniku.
“ Yaaa, caramu yang berkelas dan berbeda, menghadapi Ujian mu,” lanjut Nurani ku sambil memelukku kuat. Aku balas memeluk Nurani ku dan membiarkan mataku terpejam di sana. Aku ingin tidur dan kembali bermimpi. Kali ini bukan sekedar bermimpi, tapi aku akan menempatkan mimpi itu lebih dekat dari 5 cm di depan mataku, agar aku selalu melihatnya dan selalu ingin meraihnya.
(Kota Kelahiran Meureudu Pidie Jaya)