Sekolah Wajibkan Wisuda dan Rekreasi Berbiaya Tinggi, Wali Murid SD IT An Nur Pidie Jaya Protes Keras
Foto : Dok. Google Image/Ilustrasi | LIPUTAN GAMPONG NEWS
LIPUTANGAMPONGNEWS.ID - Polemik mencuat di SD IT An Nur Meureudu, Kabupaten Pidie Jaya, setelah wali murid kelas VI menyuarakan keberatan terhadap kebijakan sekolah yang mewajibkan siswa mengikuti kegiatan wisuda dan rekreasi berbiaya tinggi. Para orang tua diminta membayar Rp2.030.000, terdiri dari Rp 980.000 untuk prosesi wisuda dan Rp1.050.000 untuk rekreasi ke Takengon, Aceh Tengah. Kondisi ini memicu keresahan luas, terutama di tengah ekonomi masyarakat yang belum pulih.
Tarmizi, salah satu wali murid, menyatakan keberatannya kepada media, Senin (28/4). Ia menyebutkan, pungutan tersebut tidak hanya memberatkan secara finansial, tetapi juga menunjukkan ketidakpekaan pihak sekolah terhadap realitas ekonomi keluarga siswa. "Hampir semua wali murid keberatan. Ini beban berat bagi kami," tegas Tarmizi, seraya mengingatkan bahwa kebijakan ini bertentangan dengan Surat Edaran Kemendikbud Ristek Nomor 14 Tahun 2023 yang menegaskan wisuda bukanlah kegiatan wajib dan tidak boleh menjadi syarat kelulusan.
Penolakan serupa juga datang dari banyak wali murid lainnya. Mereka mempertanyakan urgensi rekreasi yang dikemas seolah-olah wajib, padahal tidak semua orang tua mampu. "Kalau hanya syukuran sederhana di sekolah, tentu kami mendukung. Tapi jutaan rupiah untuk acara dua hari ke luar kota? Itu tidak adil," kata seorang wali murid yang enggan disebutkan namanya. Apalagi, lanjutnya, beban finansial itu terasa memaksa karena tetap diwajibkan membayar meski siswa tidak ikut.
Menurut informasi yang dihimpun, sebelum rapat resmi sekolah, para wali murid sudah lebih dulu mengadakan pertemuan internal dan sepakat menolak kegiatan wisata tersebut. Namun, saat rapat bersama pihak sekolah, suara penolakan itu tidak digubris. "Banyak yang menolak, tapi katanya ini sudah keputusan sekolah," ungkap Zahri. Ironisnya, ketidakterlibatan siswa dalam kegiatan pun tetap dibebankan biaya penuh, tanpa ada pilihan alternatif.
Selain keberatan finansial, muncul pula kekhawatiran soal keselamatan siswa dalam perjalanan jauh ke Takengon. "Kalau terjadi musibah, sejauh mana tanggung jawab pihak sekolah?" tanya Arkanuddin, wali murid lainnya. Ia menyoroti banyaknya kecelakaan akhir-akhir ini yang seharusnya menjadi pertimbangan utama sebelum merancang kegiatan di luar kota dengan durasi dua hari tersebut.
Sementara itu, Muhammad Rissan, mengkritik keras pelaksanaan wisuda yang dinilainya hanya menjadi ajang pemborosan tanpa nilai tambah bagi siswa. Ia menilai, penggunaan emosi anak untuk mendukung kegiatan itu adalah bentuk manipulasi. "Anak-anak tidak tahu bagaimana susahnya orang tua mencari uang. Jangan jadikan emosi anak sebagai tameng," tegas Rissan. Ia mendesak sekolah untuk merancang kegiatan yang rasional dan tidak membebani orang tua.
Para wali murid juga meminta Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Pidie Jaya serta Bupati Pidie Jaya untuk turun tangan. Mereka berharap ada perlakuan adil antara sekolah negeri dan swasta, apalagi sekolah yang sudah menerima dana bantuan pemerintah. Hingga berita ini diterbitkan, Kepala SD IT An Nur Meureudu belum terkonfirmasi. Redaksi masih berupaya memperoleh keterangan resmi dari pihak sekolah. (**)