22 November 2024
News

IDM Mampu Memotret Perkembangan Kemandirian Desa

LIPUTANGAMPONGNEWS.ID - Indeks Desa Membangun (IDM) mampu memotret perkembangan kemandirian desa serta melihat ketepatan intervensi dalam kebijakan dengan korelasi intervensi pembangunan yang tepat dari pemerintah sesuai dengan partisipasi masyarakat. Apa saja indeks komposit dalam Indeks Desa Membangun (IDM)? Rabu malam, 12 Oktober 2022 KEMITRAAN melalui Program ESTUNGKARA dan KEMENDESA kembali mengadakan Webiner series ketiga bertema “Melek Data, Bijak Data, Desa Sejahtera: Menilik Data Indeks Komposit Ketahanan Sosial Dalam Membangun Desa”.  

Membuka Acara, M. Fachri, Direktur Advokasi dan Kerjasama Desa Kemendes PDTT mengatakan bahwa aparatur dan masyarakat desa saat ini rutin dan kelak dalam beberapa minggu terakhir yang fokusnya pada data sebagai basis perencanaan pembangunan di desa. “Kita ketahui bersama bahwa sejak 2016, IDM sebagai instrument data ini sudah digunakan oleh berbagai lintas Kementerian, Lembaga termasuk Pemerintah Daerah dalam menyusun berbagai kebijakan. Termasuk perhitungan dana desa dan kebijakan pembangunan daerah,” sebut Fachri.  

Provinsi Jawa Barat, sebut Fachri, ada beberapa program unggulan dari Pak Ridwan Kamil Jawa Barat, yang sumber datanya akan tetapi seperti yang kami sampaikan di awal-awal tahun banyak sekali penyesuaian yang mestinya melakukan dan ini sudah menjadi bahan diskusi juga internal Kementerian Desa PDTT. “Bahwa baik itu pemerintah daerah ya ketika mau menambahkan indikator yang misalnya berkonsep dan terhadap perubahan bobot nilai dan seterusnya yang ini pasti akan merubah hasil pengukuran status perkembangan desa masing-masing desa dan masing-masing daerah,”sebutnya.  

Menurut Fachri, kita punya target, 2020 sampai dengan 2024, 5.000 Desa Biasa hingga menjadi berkembang di kelas sebabnya kita sangat sering menggunakan struktur datanya untuk menerima berbagai masukan. “Karena teman-teman pendamping di lapangan dengan kondisi desa dalam beberapa tahun terakhir memang ada penambahan kuesioner, tetapi itu tidak berkonsep terhadap perubahan bobot nilai yang nantinya akan mengubah hasil pengukuran,”ungkap Fachri.  

Sementara Sugito Jaya Sentika, S.Sos, M.H. Direktur Jenderal Pembangunan Desa dan Perdesaan dalam sesi pembahasannya di webinar tersebut menyebutkan bahwa untuk menentukan kebutuhan suatu desa, ketika kita tidak tahu dan tidak punya data yang objektif atas kondisi yang update pada saat ini, salah satunya kondisi update IDM memberikan gambaran ilustrasi pada kita.  

Menurut Sugito, walaupun dikatakan bahwa secara dinamika sudah ada IDM sejak 2016 namun setiap tahun sebelum kita melakukan pengukuran desa, bagaimana tingkat perkembangan dari desa-desa di Indonesia. “Sering kita menjumpai Pimpinan Daerah menyatakan bahwa Desa kami Mandiri misalnya A. kami menyampaikan bahwa ketika perkembangan dari misalnya Desa A yang mandiri. Namun saat diukur ternyata itu retorika alias data berdasarkan asumsi,” sebut Sugito.  

Kita bersama IDM, sebut Sugito, memberikan referensi bagaimana cara untuk mengukur tingkat perkembangan Desa. Kelebihan dan kekurangannya paling tidak, pada saat ini di data mikro. Salah satu-satunya alat ukur untuk melihat perkembangan Desa sampai level mikro dalam tataran desa,  belum mendapatkan terkait dengan pernyataan-pernyataan yang lebih spesifik untuk melihat Desa yang dikeluarkan oleh Pemerintah, Lembaga yang lain. “Kemendes melaporkan bahwa kepada publik dan termasuk kepada kementerian, lembaga terkait karena memang ingin menjadi bagian yang digunakan oleh keberadaan lembaga dalam rangka menggunakan untuk Menyusun kebijakan desa,”ungkap Sugito.  

Misalnya, sebut Sugito, perkembangan yang sangat menggembirakan sejak 2016 dilakukan pengukuran Desa Mandiri dengan tiga aspek. Aspek ketahanan ekonomi, ekologi maupun sosial dasar. “ Bandingkan, hanya 174  desa  saat itu, dan saat ini sudah tercapai 6.238  Desa. Kemudian dari desa yang sangat tertinggal sebelumnya 33.592 desa, pada saat ini desa sangat tertinggal tersisa 9.584 desa,” tutupnya. (Ridha)