21 November 2024
Sumut

Dugaan Pemalsuan Tanda Tangan dalam Sengketa Tanah Keluarga di Samosir

LIPUTANGAMPONGNEWS.IDKasus dugaan pemalsuan tanda tangan dalam penerbitan sertifikat tanah untuk menguasai lahan terjadi di Desa Siopat Sosor, Kecamatan Pangururan, Kabupaten Samosir. Salah satu ahli waris menyatakan bahwa tanah yang terletak di Jalan Perkantoran, Desa Siopat Sosor, telah dikuasai oleh oknum mafia tanah dari Jakarta, yang merupakan salah satu anggota keluarga mereka.

Menurut keterangan ahli waris, tanah seluas sekitar empat rante itu adalah milik Ompu Judin Turnip, kakek mereka. Namun, seorang cucu dari anak kedua ahli waris nekat menguasai lahan tersebut dan bahkan menerbitkan sertifikat Hak Milik (SHM) atas namanya sendiri.

"Itu tanah kakek kami, tetapi salah satu ahli waris memagarinya dan mengurus sertifikat tanah atas namanya sendiri. Surat tanah itu patut dipertanyakan, apa dasar dia mengurus sertifikat tersebut?" ungkap salah satu ahli waris pada Sabtu (21/9).

Ahli waris menjelaskan bahwa tanah tersebut awalnya milik marga Sinabariba, yang kemudian diserahkan sebagai mahar kepada Ompu Judin Turnip ketika putri Sinabariba menikah dengan salah satu anaknya. Ompu Judin Turnip memiliki empat anak laki-laki: Jahamin Turnip, Neken Turnip, Lape Turnip, dan Gidion Turnip.

Ahli waris menegaskan bahwa cucu dari anak kedua, Neken Turnip, yang saat ini menguasai lahan, bahkan telah mengklaim tanah itu sebagai miliknya melalui penerbitan sertifikat hak milik.

Hal ini diperkuat oleh pernyataan mantan Kepala Desa Siopat Sosor, Ed Turnip, yang mengonfirmasi bahwa tanah tersebut memang milik Ompu Judin Turnip. "Tanah itu benar milik Ompu Judin Turnip, yang awalnya berasal dari marga Sinabariba sebagai mahar pernikahan," ujar Ed Turnip. Ia berharap agar masalah ini segera diselesaikan secara damai, dan tanah tersebut dibagikan kepada ahli waris sesuai hak mereka.

Sementara itu, kuasa hukum ahli waris, Bayu Tri Ananda SH, menegaskan bahwa jika ditemukan adanya pemalsuan tanda tangan dalam penerbitan sertifikat tanah, hal tersebut merupakan tindak pidana pemalsuan dokumen sesuai dengan Pasal 263 KUHP dengan ancaman hukuman penjara maksimal enam tahun.

Bayu juga mempertanyakan hilangnya dokumen pengurusan surat tanah di kantor Desa Siopat Sosor, yang menurutnya menimbulkan dugaan keterlibatan pihak desa dalam kasus ini.

"Kita tunggu langkah selanjutnya. Saya berharap ahli waris yang telah menguasai tanah tersebut bersedia berdialog dan membagikan tanah kepada ahli waris lainnya sebelum masalah ini berlanjut ke ranah hukum," tutupnya. (Adel)